Khutbah Idulfitri 1445 H, Haedar Nashir: Puasa Melahirkan Sikap Hidup Tengahan

Bakti M. Munir
Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof KH Haedar Nashir menyampaikan khutbah Idulfitri 1445 H di Lapangan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (10/4/2024). (Foto: muhammadiyah.or.id)
Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof KH Haedar Nashir menyampaikan khutbah Idulfitri 1445 H di Lapangan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (10/4/2024). (Foto: muhammadiyah.or.id)

YOGYAKARTA, Quarta.id– Ramadan telah berlalu dan umat Islam tiba di hari kemenangan Idulfitri 1 Syawal 1445 H.

Namun, Kendati hari ini maupun hari-hari berikutnya boleh berbuka dan menjalani kegiatan sebagaimana biasa, namun setelah berpuasa di bulan Ramadan haruslah ada sesuatu yang membekas dalam kehidupan setiap insan muslim.

BACA JUGA: MUI: Hindari Flexing dan Pertanyaan Sensitif Saat Silaturahmi Idulfitri

Puasa bukan mengubah jadwal makan minum dari siang hari ke malam hari, tetapi mengandung makna dan tujuan yang penting, yakni membentuk ketaqwaan.

Hal ini disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir dalam Khutbah Idul Fitri 1445 H bertajuk “Puasa Melahirkan Sikap Hidup Tengahan” di Lapangan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (10/4/2024).

BACA JUGA: Memilih Tidur dalam Mobil Saat Perjalanan Mudik, Amankah?

Dikutip dari laman muhammadiyah.or.id ,, Haedar menguraikan makna sikap hidup “tengahan” yang menjadi judul dari khutbahnya.

Dijelaskan, dalam urusan agama sekalipun, Allah dan Nabi menganjurkan setiap muslim untuk bersikap tengahan dan tidak berlebihan.

Haedar mengutip firman Allah swt di QS Al-Hajj ayat 78 yang artinya adalah: “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan”.

BACA JUGA: Jelang Lebaran, MUI Sampaikan 10 Poin Tausiyah, Singgung Mudik dan Sengketa Pemilu di MK

Di lain ayat, yakni QS Al-Baqarah ayat 185, Allah mengingatkan, yang artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesulitan bagimu.”

Sedangkan Nabi bersabda yang diriwayatkan Ibnu Majah, yang artinya: “Wahai manusia, janganlah kalian berlebih-lebihan dalam agama, karena sungguh yang membuat celaka umat sebelum kalian adalah berlebihan dalam beragama”.

“Kesimpulannya, Islam mengajarkan hidup cukup hasil ikhtiar yang halal dan baik. Sebaliknya jauhi segala hal yang melampaui batas,” ujar Haedar.

BACA JUGA: Bagaimana jika Terhambat Beribadah Saat Perjalanan Mudik, Ini Penjelasan Majelis Ulama Indonesia

Dilanjutkan, sikap ekstrem yang mengarah pada berlebihan (ghuluw) maupun yang mengarah padapenegasian (tafrith) dan mengurang-ngurangkan (tanqis) tidak dibenarkan oleh ajaran Islam.

“Karenanya melalui puasa Ramadan dan Idulfitri mari bangun sikap hidup tengahan dan tidak berlebihan. Setiap muslim mesti bersikap wasathiyah atau siger tengah atau moderat dalam menjalani kehidupan,” katanya mengingatkan.

BACA JUGA: Ini Tips dari Ahli Kesehatan IDI agar Perjalanan Mudik Nyaman, Aman, dan Selamat

Haedar lantas mengimbau umat Islam membangun keseimbangan hidup antara ruhani dan jasmani, jiwa dan fisik, individu dan kolektif, ibadah mahdhah dan muamalah, serta antara dunia dan akhirat secara utuh, bermakna, dan bertujuan utama.

“Di situlah makna hidup manusia yang bermartabat mulia (fi ahsan at taqwim) yang membedakannya dengan makhluk Tuhan lainnya,” ujarnya.

Ikuti Kami :
Posted in

BERITA LAINNYA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *