MUI: Hindari Flexing dan Pertanyaan Sensitif Saat Silaturahmi Idulfitri

Siti Lestari
Ilustrasi flexing (Foto: Quarta.id/Eros Amil Maj)
Ilustrasi flexing (Foto: Quarta.id/Eros Amil Maj)

JAKARTA, Quarta.id- Ini peringatan penting bagi masyarakat yang sedang merayakan Lebaran Idul Fitri. Dalam melakukan silaturahmi, umat Islam diimbau tidak melakukan flexing (pamer) harta benda.

Selain itu, diimbau untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan sensitif yang bisa menyinggung perasaan orang lain. 

“Jangan sampai kemuliaan silaturahmi itu berdampak kepada flexing, pamer harta, termasuk menyinggung perasaan saudara kita dengan pertanyaan pada hal-hal yang bersifat pribadi dan sensitif,” ujar Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh, Selasa (9/4/2024) saat konferensi pers hasil Sidang Isbat Penentuan 1 Syawal 1445 H, dikutip di laman mui.or.id

BACA JUGA: Jelang Lebaran, MUI Sampaikan 10 Poin Tausiyah, Singgung Mudik dan Sengketa Pemilu di MK

Menurutnya, momen Idul Fitri adalah waktu yang tepat untuk membangun kebersamaan dan rasa cinta kasih.

Pertanyaan-pertanyaan yang menyinggung dan sensitif akan mengotori rasa kebersamaan itu. Begitu pula flexing atau ajang pamer harta juga membuat cinta kasih yang seharusnya tumbuh ketika Idul Fitri justru berubah. 

Dalam cakupan yang lebih luas, perayaan Idul Fitri ini perlu dimaknai sebagai momen rekonsiliasi nasional pasca Pemilu 2024. 

“Jangan menyimpan dendam dan pembangunan itu menjadi komitmen bersama. Saatnya semua bersama-sama membangun bangsa, sesuai dengan kompetensinya,” tuturnya.

BACA JUGA: Libur Lebaran Idulfitri, MRT Beroperasi dari Pukul 05.00 hingga 24.00

Niam menambahkan, perayaan Idul Fitri yang dilaksanakan secara bersama ini merupakan amul jamaah yakni tahun kebersamaan dan persaudaraan. 

“Membangun rekonsiliasi nasional untuk bersama-sama membangun bangsa. Saatnya mengedepankan kebersamaan dan titik temu serta menurunkan ego,” tegasnya.

BACA JUGA: Idulfitri, 159.557 Narapidana dan Anak Binaan Terima Remisi dan Pengurangan Masa Pidana

Guru Besar Ilmu Fikih UIN Jakarta ini mengajak seluruh elemen bangsa untuk mengesampingkan segala perbedaan. Hal ini semata-mata untuk kepentingan persatuan nasional. 

“Persatuan dan persaudaraan adalah modal dasar kita untuk mewujudkan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur,” terangnya. 

Ikuti Kami :
Posted in

BERITA LAINNYA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *