JAKARTA, Quarta.id– Masyarakat dunia dibuat heboh oleh pengakuan raksasa farmasi AstraZeneca bahwa vaksin yang diproduksi untuk Covid-19 lalu dapat menyebabkan pembekuan darah yang bisa berakibat fatal.
Merek vaksin yang memiliki efek samping tersebut adalah Covishield.
Pembekuan darah dan jumlah trombosit yang rendah adalah dua efek samping akibat penggunaan vaksin AstraZeneca meskipun kasus yang ditemukan jarang terjadi.
AstraZeneca termasuk vaksin yang diberikan pemerintah kepada masyarakat Indonesia saat Covid-19 lalu.
Merespons kehebohan akibat pengakuan AstraZeneca tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI angkat bicara.
BACA JUGA: PBB: 4,9 Juta Anak di Dunia Meninggal Sebelum Ulang Tahun Kelima
Ketua Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI) Hinky Hindra Irawan Satari mengatakan, tidak ada kejadian sindrom trombosis dengan trombositopenia atau thrombosis with thrombocytopenia syndrome (TTS) setelah pemakaian vaksin Covid-19 AstraZeneca di Indonesia.
TTS merupakan penyakit yang menyebabkan penderita mengalami pembekuan darah serta trombosit darah yang rendah. Kasusnya sangat jarang terjadi di masyarakat, tapi bisa menyebabkan gejala yang serius.
BACA JUGA: Program Kerja Capres Bidang Kesehatan Perlu Selaras dengan Agenda Utama WHO 2024
Hinky mengatakan, fakta bahwa tidak ada kejadian berdasarkan pada surveilans aktif dan pasif yang sampai saat ini masih dilakukan oleh Komnas KIPI.
“Keamanan dan manfaat sebuah vaksin sudah melalui berbagai tahapan uji klinis, mulaiuji klini tahap 1, 2, 3 dan 4 termasuk vaksin COVID-19 yang melibatkan jutaan orang, sampai dikeluarkannya izin edar. Dan, pemantauan terhadap keamanan vaksin masih terus dilakukan setelah vaksin beredar” kata Hinky dikutip di laman kemenkes.go.id, Kamis (2/5/2024).
Sesuai rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), Komnas KIPI bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan BPOM melakukan surveilans aktif terhadap berbagai macam gejala atau penyakit yang dicurigai ada keterkaitan dengan vaksin COVID-19 termasuk TTS.
BACA JUGA: Perkuat Diplomasi Kesehatan, Indonesia Kirim 10 Juta Dosis Vaksin Polio ke Afganistan
Survei dilakukan di 14 rumah sakit di 7 provinsi yang memenuhi kriteria selama lebih dari satu tahun.
Selama setahun dilakukan pengamatan, yakni dari Maret 2021 sampai Juli 2022.
“Kami lanjutkan lebih dari setahun karena tidak ada gejalanya, jadi kami lanjutkan beberapa bulan untuk juga supaya memenuhi kebutuhan jumlah sampel yang dibutuhkan untuk menyatakan ada atau tidak ada keterkaitan. Sampai kami perpanjang juga tidak ada TTS pada AstraZeneca,” jelas Hinky.
“Jadi, kami melaporkan pada waktu itu tidak ada kasus TTS terkait vaksin Covid-19,” lanjutnya.