JAKARTA, Quarta.id– Pasangan calon nomor urut 01 Anies Baswedan- Muhaimin Iskandar (AMIN) mengungkap modus keterlibatn Presiden Joko Widodo dalam memenangkan pasangan calon (paslon) nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2024.
Hal tersebut disampaikan saat menghadiri sidang di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (27/3/2024).
Agenda sidang adalah pemeriksaan pendahuluan atau penyampaian permohonan Pemohon.
BACA JUGA: Ketua MK: Gugatan Perkara Pemilu 2024 Meningkat Dibanding Pemilu 2019
Mengutip laman mkri.id, di hadapan sidang yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi tujuh hakim konstitusi lainnya, Anies Baswedan mengatakan, Pilpres 2024 tidak berjalan secara bebas, jujur, dan adil.
“Pertanyaannya apakah Pilpres 2024 telah dijalankan secara bebas, jujur dan adil? Izinkan kami jawab, tidak. Yang terjadi sebaliknya,” ujar Anies yang hadir bersama pasangannya, Muhaimin.
Dalil Kecurangan Pemilu
Bambang Widjojanto selaku kuasa hukum Pemohon menyampaikan pokok-pokok permohonan. Pemohon mendalilkan hasil penghitungan suara untuk paslon 02 sebanyak 96.214.691 atau 58,6% diperoleh dengan cara yang melanggar asas pemilu dan prinsip penyelenggaraan pemilu yaitu bebas, jujur, dan adil secara serius melalui mesin kekuasaan serta pelanggaran prosedur.
BACA JUGA: PP Muhammadiyah Ingatkan MK Profesional, Adil, dan Objektif dalam Mengadili Sengketa Pemilu 2024
“Ada berbagai modus kejahatan terhadap konstitusi dan cara-cara curang yang dilakukan Presiden Jokowi untuk mendukung Paslon 02 yang kesemuanya itu melahirkan berbagai kejahatan turunan dalam bentuk pelanggaran prosedur pemilu yang mempengaruhi hasil pemilu,” kata Bambang.
Bambang menjabarkan, dalil pengkhianatan terhadap konstitusi dan pelanggaran asas bebas, jujur, dan adil berangkat dari sejumlah argumentasi.
Dimulai dari lumpuhnya independensi penyelenggara pemilu karena intervensi kekuasaan, nepotisme paslon 02 menggunakan lembaga kepresidenan, pengangkatan penjabat kepala daerah yang masif dan digunakan untuk mengarahkan pilihan, dan penjabat kepala daerah menggerakkan struktur di bawahnya.
BACA JUGA: Berapa Besar Peluang Gugatan Kubu Anies dan Ganjar Dikabulkan MK? Ini Prediksi Pengamat
Selain itu, keterlibatan aparat negara, pengerahan kepala desa, undangan presiden kepada ketua umum partai politik koalisi di Istana, intervensi ke MK, penyalahgunaan bantuan sosial (bansos) dengan melanggar Undang-Undang APBN dan dampaknya bagi perolehan suara Paslon 02, serta kenaikan gaji dan tunjangan penyelenggara pemilu di momen kritis.
Sementara, dalil pelanggaran prosedur mulai dari manipulasi daftar pemilih tetap (DPT), surat suara yang tercoblos pada paslon 02, pengurangan suara Pemohon, hingga kecurangan KPU yang dilakukan melalui sistem teknologi informasi dan Sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi).
Pemohon juga menyampaikan bukti dari pengaruh keterlibatan Presiden Jokowi mendukung paslon 02.
Dikatakan, sebelum adanya anak Presiden Jokowi, Gibran menjadi cawapres mendampingi Prabowo, elektabilitas Prabowo masih berhimpitan, sangat dekat, dan bersifat kompetitif dengan calon lain. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hasil survei.
“Sedangkan, setelah Gibran menjadi cawapres mendampingi Prabowo, ada tren dan indikasi yang tak terbantahkan bahwa presiden, menteri, dan perangkat desa meningkatkan intensitas aktivitas serta mengasosiasikan dukungannya secara langsung atau tidak langsung maupun terbuka dan tidak terbuka kepada Paslon 02,” lanjutnya.
BACA JUGA: Gugatan Pilpres ke MK dan Hak Angket DPR Penting Digulirkan, Ini Alasannya
Menurut Pemohon, tindakan presiden, menteri, penjabat kepala daerah, aparatur desa yang menyalahgunakan kewenangan dan memanfaatkan program pemerintah dan anggaran negara untuk kepentingan paslon 02 dapat dikualifikasi sebagai suatu pelanggaran yang diatur dalam ketentuan Pasal 282 dan Pasal 283 ayat (1) UU Pemilu.
Dengan demikian, kata Pemohon, MK sudah dapat menyimpulkan dengan menyatakan hasil perolehan suara tidak dapat digunakan untuk menetapkan pemenangan pilpres.