Hingga 2050, Hujan Ekstrem dan Kekeringan Ancam Wilayah Sumatra Bagian Tengah dan Selatan

Al-Qadri Ramadhan
Ilsutrasi kondisi kekeringan pada areal persawahan. (Foto: bmkg.go.id)
Ilsutrasi kondisi kekeringan pada areal persawahan. (Foto: bmkg.go.id)

LAMPUNG, Quarta.id- Berdasarkan kajian perubahan iklim yang dilakukan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Pulau Sumatra, khususnya bagian tengah dan selatan yang membentang dari Pekanbaru hingga Lampung pesisir timur, menghadapi ancaman kekeringan yang meningkat signifikan sebesar 20-25% hingga tahun 2050.

“Pada saat bersamaan, wilayah-wilayah tersebut juga mengalami peningkatan hujan ekstrem sebesar 10-30%,” ungkap Peneliti Klimatologi BRIN, Prof. Erma Yulihastin dalam acara World Environmental Day di UIN Raden Intan Lampung, Kamis (6/7/2024) lalu, dikutip dari brin.go.id.

BACA JUGA: Antisipasi Kekeringan, BMKG Gandeng PUPR, BRIN, dan TNI Lakukan Operasi Modifikasi Cuaca 

Erma menekankan bahwa wilayah Sumatra akan mengalami perubahan durasi musim hujan yang lebih panjang, sementara deret hari-hari kering tanpa hujan juga meningkat. 

“Akibatnya, sekali hujan bisa sangat ekstrem. Wilayah yang paling terdampak dengan musim hujan yang lebih lama dan hujan ekstrem adalah Sumatra bagian selatan, termasuk Lampung,” tuturnya.

Selain itu, Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN tersebut juga menjelaskan tentang La Niña yang diprediksi mulai terbentuk pada Juni 2024 dan dapat dikonfirmasi pada Agustus 2024.

BACA JUGA: Jelang Musim Kemarau, BMKG Usulkan Modifikasi Cuaca untuk Antisipasi Kebakaran Hutan

La Niña ditandai oleh anomali negatif suhu permukaan laut di Samudra Pasifik kurang dari -0,5 derajat celcius selama minimal tiga bulan berturut-turut.

Dampaknya di Sumatra dan Kalimantan akan dirasakan lebih cepat dengan pembentukan kemarau basah atau musim kemarau yang lebih pendek selama dua bulan, misalnya di wilayah Lampung dan Sumatra selatan.

Erma juga menekankan pentingnya mitigasi dan adaptasi kebijakan pemerintah daerah, terutama oleh BAPPEDA, yang harus mempertimbangkan hasil dari kajian-kajian perubahan iklim. Salah satu upaya untuk merespons perubahan iklim adalah dengan sering memutakhirkan kebijakan terkait teknis penentuan masa tanam, jadwal irigasi, dan sejenisnya. 

BACA JUGA: Hadapi Climate Change, Petani Didorong Miliki Literasi Iklim

“Oleh karena itu, harus ada terobosan-terobosan dalam pengambilan kebijakan yang dapat dilakukan secara cepat, tepat, dan terus-menerus diperbarui,” jelas Erma. 

Tim periset dari BRIN telah membangun berbagai tools Sistem Pendukung Keputusan untuk pengambilan kebijakan teknis terkait pertanian, hidrologi, dan kebencanaan.

Dengan adanya prediksi ancaman hujan ekstrem dan kekeringan ini, langkah-langkah mitigasi yang tepat dan cepat sangat diperlukan untuk mengurangi dampak negatif perubahan iklim di Sumatra.

Ikuti Kami :
Posted in

BERITA LAINNYA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *