OKI, Quarta.id– Gajah dan ekosistemnya harus dijaga dan dilestarikan. Perlu upaya mendorong manusia agar hidup berdampingan dengan gajah liar. Manusia dan gajah liar yang hidup pada sebuah ekosistem yang sama harus hidup harmonis.
Sebagai bagian upaya perlindungan terhadap gajah liar, Belantara Foundation meresmikan menara pantau gajah liar serta penyerahan sumbangan peralatan mitigasi konflik manusia-gajah kepada masyarakat di Desa Jadi Mulya, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan pada Sabtu (25/1/2025).
BACA JUGA: Siswa Ikut Peringati Hari Menanam Pohon Indonesia, Ikhtiar Bersama Melestarikan Hutan
Direktur Eksekutif Belantara Foundation Dolly Priatna pada acara peresmian menara pemantauan gajah mengatakan Lanskap Padang Sugihan di Kabupaten OKI merupakan satu di antara kantong persebaran gajah yang bukan hanya penting di Sumatera Selatan, tetapi sangat penting di Pulau Sumatera. Alasannya, kelompok gajah di tempat tersebut memiliki jumlah populasi yang berpotensi untuk mendukung pelestarian gajah sumatra secara jangka panjang.
BACA JUGA: Presiden Prabowo Target Reforestasi 12 Juta Hektare Hutan Rusak
Program konservasi gajah Sumatra di Kabupaten OKI, Sumatera Selatan yang dilakukan bersama para mitra berfokus pada tiga aspek, yaitu pelatihan mitigasi konflik manusia-gajah, penyadartahuan dan edukasi kepada anak-anak mengenai pelestarian gajah dan ekosistemnya.
“Serta penanaman pakan gajah dan penggaraman tanah untuk memenuhi kebutuhan minaral yang menjadi nutrisi tambahan bagi gajah”, ujar Dolly, yang juga pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan melalui siaran persnya.
BACA JUGA: Gen Z Perlu Tahu, Ini Pentingnya Manusia Hidup Harmonis dengan Satwa Liar di Habitatnya
Pada aspek mitigasi konflik, di berikan pelatihan kepada masyarakat di lima desa yang diikuti setidaknya 75 orang dengan tujuan agar masyarakat bisa menangani konflik gajah secara mandiri sebelum petugas berwenang datang.
Selain meningkatkan kapasitas melalui pelatihan, dukungan diberikan dalam bentuk pembangunan infrastruktur berupa dua unit menara pantau gajah di Desa Jadi Mulya dan Desa Simpang Heran, sebagai sarana pendukung dalam mitigasi konflik manusia-gajah.
BACA JUGA: Populasi Satwa Liar Menurun 73% Dalam 50 Tahun akibat Perubahan Iklim
Dalam aspek penyadartahuan dan pendidikan, Belantara Foundation melibatkan pendongeng untuk melakukan penyadartahuan dan edukasi tentang pentingnya hidup harmonis antara manusia dengan gajah sumatra, melalui cara-cara yang inovatif berupa dongeng menarik yang diikuti lebih kurang 400 siswa dan 60 guru yang berasal dari tujuh Sekolah Dasar (SD) yang ada di lima desa di Kabupaten OKI.
Aspek ketiga, disiapkan sedikitnya lima tempat menggaram bagi gajah liar di beberapa koridor ekologis di Lanskap Padang Sugihan.
“Sampai saat ini, kami juga memasang setidaknya delapan unit kamera jebak di depan tempat jilatan garam untuk merekam aktivitas gajah di area tersebut,” tandasnya.
BACA JUGA: Swasta Jepang Digandeng Pulihkan Hutan Riau, Tanam Bibit Pohon yang Terancam Punah
Polisi Hutan Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA Sumatera Selatan, Ruswanto mengapresiasi program yang dijalankan Belantara Foundation dan para mitra.
“Menara pantau gajah yang didirikan serta sumbangan peralatan pendukung mitigasi konflik akan dapat menguatkan sarana dan prasarana serta kesiapan masyarakat desa dalam mengatasi interaksi negatif manusia dengan gajah liar”, ujar Ruswanto.
BACA JUGA: Hutan Kota Babakan Siliwangi: Destinasi Wisata di Jantung Kota Bandung
Sejak 2022, Belantara Foundation menjalankan program Living in Harmony (Kita Bisa Hidup Berdampingan), yaitu sebuah program kolaboratif yang bertujuan untuk mendorong hidup berdampingan, serta terwujudnya harmonisasi antara manusia dengan gajah liar yang hidup pada sebuah ekosistem yang sama di Lanskap Padang Sugihan, Kabupaten OKI, Sumatera Selatan.
BACA JUGA: Menyedihkan, Satwa dan Tumbuhan Langka Ini Terancam Punah akibat Kebakaran Bromo
Belantara Foundation mendapat pendanaan dari Keidanren Nature Conservation Fund (KNCF) Jepang serta menggandeng Perkumpulan Jejaring Hutan dan Satwa (PJHS), Rumah Sriksetra, Prodi Manajemen Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan.
Selain itu, pemangku kepentingan lainnya seperti Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan, para perusahaan pemegang konsesi kehutanan.