Ahli Paslon 02: MK Tak Berwenang Mendiskualifikasi Prabowo-Gibran

Al-Qadri Ramadhan
Ahli Hukum Pidana Edward Omar Sharief Hiariej menjadi ahli untuk pasangan calon Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di persidangan sengketa Pilpres 2024, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Kamis (4/4/2024). (Foto: YouTube Mahkamah Konstitusi/Screenshot)
Ahli Hukum Pidana Edward Omar Sharief Hiariej menjadi ahli untuk pasangan calon Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di persidangan sengketa Pilpres 2024, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Kamis (4/4/2024). (Foto: YouTube Mahkamah Konstitusi/Screenshot)

JAKARTA, Quarta.id- Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Pihak Terkait dalam sengketa Pilpres 2024 menghadirkan sejumlah ahli dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (4/4/2024).

Agenda sidang ialah pembuktian Pihak Terkait yakni Pasangan Calon (Paslon) 02 Prabowo-Gibran untuk perkara yang diajukan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan perkara yang dimohonkan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Satu di antaranya adalah ahli Hukum Pidana dan Hukum Pembuktian Edward Omar Sharief Hiariej yang juga mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM.

BACA JUGA: Kubu Ganjar-Mahfud Usul MK Hadirkan Kapolri, Kubu Prabowo-Gibran Usul Hadirkan Kepala BIN

Edward yang kerap disapa Eddy mengatakan, kewenangan MK dalam sengketa pilpres hanya sebatas terhadap hasil penghitungan suara sebagaimana Pasal 24C Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Menurut dia, dalil-dalil permohonan yang diajukan kubu Anies-Muhaimin maupun kubu Ganjar-Mahfud bukan menjadi kewenangan MK.

Dalam permohonannya ke MK, kubu Anies-Muhaimin dan kubu Ganjar Mahfud sama-sama mendalilkan sejumlah pelanggaran pada proses Pilpres 2024 dan meminta agar MK membatalkan hasil pilpres tersebut dan mendiskualifikasi pasangan Prabowo-Gibran.

BACA JUGA: MK Panggil Empat Menteri Jokowi ke Sidang Sengketa Pilpres

Edward menjelaskan, jika MK diminta untuk mengadili sesuatu yang di luar kewenangannya sesungguhnya kuasa hukum Anies-Muhaimin dan kuasa hukum Ganjar Mahfud memaksa Mahkamah melanggar.

“Melanggar  apa yang kita sebut yuridikitas rechtmatingheid atau asas yuridikitas yang berarti bahwa Mahkamah atau pengadilan tidak boleh memutus sesuatu yang berada di luar kewenangannya,” ujar Eddy di hadapan delapan hakim konstitusi yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno MK, Gedung 1 MK, Jakarta.

Dia juga menyatakan, masalah keabsahan pencalonan Prabowo-Gibran ialah persoalan sengketa proses dan bukan kewenangan MK untuk menyelesaikannya.

BACA JUGA: Romo Magnis: Presiden Gunakan Kekuasaan untuk Kepentingan Keluarganya Memalukan!

Seharusnya, kata dia, ketika Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengeluarkan keputusan terkait pasangan calon Prabowo-Gibran, maka pasangan calon lainnya yang keberatan atas keabsahan pencalonan tersebut dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Pencalonan Gibran pun tidak dipersoalkan pada saat debat yang diselenggarakan secara resmi oleh KPU. Menurut dia, ada pengakuan terhadap pencalonan Gibran secara diam-diam. Dengan demikian, menurut dia, dalil Pemohon yang mempermasalahkan pencalonan Gibran sudah tidak dapat dipersoalkan lagi.

BACA JUGA: Anwar Usman Kembali Langgar Kode Etik, MKMK Jatuhkan Sanksi Teguran Tertulis

Berikutnya, Edward juga menjawab dalil nepotisme yang dikaitkan dengan pelanggaran pemilu terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dan meminta MK melakukan penemuan hukum agar nepotisme menjadi bagian dari TSM.

Menurutnya, memasukkan nepotisme sebagai bagian TSM berarti mengonstatir nepotisme sebagai kejahatan.

BACA JUGA: Di Sidang MK, Paslon AMIN Bongkar Modus Keterlibatan Presiden Jokowi Menangkan Prabowo-Gibran

Jika dipaksakan, kata dia, majelis hakim harus memperhatikan prinsip-prinsip yang membatasi hakim melakukan penemuan hukum dan penemuan hukum dalam hukum pidana tidak boleh merugikan terlapor, terperiksa, tersangka, tertuduh, atau terdakwa atas kekosongan hukum tersebut.

“Di satu sisi majelis hakim MK diminta mengadili nepotisme sebagai bagian TSM padahal diakuinya terdapat kekosongan hukum, artinya majelis hukum diminta melanggar asas legalitas,” katanya.

Ikuti Kami :
Posted in

BERITA LAINNYA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *