56,5 Persen Perokok Aktif di Indonesia adalah Anak Muda, Penetrasi Iklan Rokok Disorot

Siti Lestari
Ilustrasi perilaku merokok. (Grafis : sehatnegeriku.kemkes.go.id)
Ilustrasi perilaku merokok. (Grafis : sehatnegeriku.kemkes.go.id)

JAKARTA, Quarta.di- Prevalensi perokok aktif di Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dilakukan Kementerian Kesehatan menunjukkan jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang.

Dikutip dari website Kementerian Kesehatan RI sehatnegeriku.kemkes.go.id, sebanyak 7,4 persen diantaranya perokok berusia 10-18 tahun. Kelompok anak dan remaja merupakan kelompok dengan peningkatan jumlah perokok yang paling signifikan.

Berdasarkan data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada 2019, prevalensi perokok pada anak sekolah usia 13-15 tahun naik dari 18,3 persen pada 2016, menjadi 19,2 persen pada 2019.

BACA JUGA: Hari Kesehatan Sedunia 2024, Ini Hak Kesehatan Warga yang Harus Dipenuhi Negara

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Eva Susanti mengatakan, berdasarkan data SKI 2023 menunjukkan bahwa kelompok usia 15-19 tahun merupakan kelompok perokok terbanyak yaitu 56,5 persen.

“Kemudian diikuti usia 10-14 tahun sebanyak 18,4 persen. Kita dihadapkan dengan bahaya pertumbuhan perokok aktif di Indonesia, terutama pada anak remaja,” kata Eva Rabu (29/5/2024) lalu.

Lanjutnya, pertumbuhan perokok aktif di Indonesia tersebut tidak terlepas dari industri produk tembakau yang gencar memasarkan produknya di masyarakat, terutama anak dan remaja melalui media sosial.

BACA JUGA: PBB: 4,9 Juta Anak di Dunia Meninggal Sebelum Ulang Tahun Kelima

Data Tobacco Enforcement and Reporting Movement (TERM) edisi Mei–Agustus 2023 menyebutkan, lebih dari dua pertiga kegiatan pemasaran produk tembakau diunggah di Instagram (68 persen), Facebook (16 persen), dan X (14 persen).

Industri produk tembakau juga melakukan pemasaran dengan membuka gerai di berbagai festival musik dan olahraga untuk menarik perhatian anak muda.

Eva menambahkan, selain menjadi sponsor dalam kegiatan kepemudaan, strategi yang dilakukan oleh industri produk tembakau untuk memengaruhi para pemuda terhadap rokok, yakni memberikan biaya pendidikan.

BACA JUGA: Tekan Angka Perkawinan Anak, Pemprov Sulsel Gandeng USAID Melalui Program ERAT

“Industri produk tembakau juga sangat agresif dalam menyabotase upaya pemerintah untuk menurunkan prevalensi merokok dengan berbagai taktik seperti menyebarkan informasi yang menyesatkan dan menggiring opini publik,” kata Eva.

Data dari Kementerian Kesehatan RI juga menyebutkan pengguna rokok elektrik di kalangan remaja meningkat dalam 4 tahun terakhir. Dari hasil GATS pada 2021, prevalensi rokok elektrik naik dari 0,3% pada 2019 menjadi 3% pada 2021.

BACA JUGA: Riset Universitas Padjajaran: Kesadaran Perempuan Pekerja Terkait Kesehatan Reproduksi Masih Rendah

Dalam upaya melindungi masyarakat dari bahaya produk tembakau, pemerintah telah menetapkan UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Salah satu aturan yang diamanatkan UU Kesehatan, yakni pengamanan zat adiktif, termasuk produk tembakau dan rokok elektronik.

Sebagai tindak lanjut UU tersebut, pemerintah sedang melakukan penyusunan draf peraturan pemerintah (PP) mengenai zat adiktif. Saat ini, penyusunan PP tersebut sudah menyelesaikan proses pembahasan, uji publik, serta pleno dengan kementerian dan lembaga terkait. Dalam waktu dekat, PP yang menjadi aturan turun dari UU Kesehatan segera disahkan.

Ikuti Kami :
Posted in

BERITA LAINNYA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *