Perubahan Iklim Bisa Membuat Kopi Tak Lagi Senikmat Dulu

admin
Ilustrasi secangkir kopi. (FOTO: Shutterstock)
Ilustrasi secangkir kopi. (FOTO: Shutterstock)

Kopi selalu memberi sensasi nikmat bagi penggemarnya. Namun, belakangan ini kenikmatan itu terganggu oleh kecemasan akan dampak perubahan iklim. Kopi kini mengalami penurunan, baik kuantitas maupun kualitas.

JAKARTA, Quarta.id- Masyarakat dunia memperingati Hari Kopi Internasional pada 1 Oktober hari ini. Peringatan ini dirayakan oleh 77 negara anggota International Coffee Organization (ICO) dan puluhan asosiasi kopi di seluruh dunia.

Hari Kopi Internasional menjadi ajang bagi pencinta kopi untuk saling berinteraksi, berbagi kecintaan mereka terhadap minuman yang digandrungi banyak orang ini.

Melalui peringatan Hari Kopi Internasional pula pencinta kopi mendukung kerja dari para petani kopi, dan semua orang yang terlibat dalam industri kopi.

BACA JUGA: Hati-hati Bunda, Ini Penyebab Makin Banyak Anak Terkena Diabetes!

Bagi sebagian kalangan, perayaan Hari Kopi Internasional merupakan momentum untuk saling mengingatkan akan ancaman bahaya bagi keberlanjutan industri kopi.

Ancaman bahaya tersebut adalah makin menurunnya produksi kopi petani akibat perubahan iklim.

Fenomena El Nino dan La Nina membuat intensitas hujan tidak merata, pola hujan berubah, suhu udara naik, dan bergesernya awal musim.

Saat ini terjadi kemarau panjang dan udara panas di banyak daerah di Indonesia. Ini nyata memengaruhi produksi kopi, baik secara kuantitas maupun kualitas.

Penurunan produksi kopi ini turut dikhawatirkan pakar dan peneliti kopi yang juga pendiri Coffee and Cocoa Training Center, Solo, Sri Mulato.

BACA JUGA: Disorot Kembali Pada Podcast Deddy Corbuzier, ini Fakta Bahaya Sedotan Kertas

“Perkiraan produksi kopi turun hingga 40%. Dampak perubahan iklim ini memang makin nyata. Yang paling merasakan penurunan produksi kopi itu sektor UKM,” ujarnya kepada Quarta.id, Sabtu (30/09/2023).

Menurunnya produksi kopi diakui berimbas pada ketersediaan bahan baku untuk pengusaha kopi rumahan atau artisan dan kafe skala kecil. Terhambatnya pasokan bahan baku membuat kelangsungan bisnis terancam.

“Gejala menurunnya produksi kopi sudah ada sejak dua tahun lalu, tapi peak-nya memang terjadi tahun ini,” ujarnya.

Siapkan Strategi

Dikutip dari Buku Outlook Kopi 2022 yang dirilis satudata.pertanian.go.id, peningkatan produksi kopi selama sepuluh tahun terakhir, yakni 2013-2022, memang relatif kecil, yaitu rata-rata 1,86% per tahun.

Produksi kopi berdasarkan status pengusahaan didominasi oleh perkebunan rakyat yang mencapai share 95,36% atau mencapai rata-rata produksi 548,28 ribu ton.

BACA JUGA:  Megawati Sebut Ketergantungan pada Beras Picu Banyak Orang Diabetes, Pakar IPB Beri Penjelasan

Produksi kopi yang berasal dari kebun milik negara (PBN) dan kebun milik swasta relatif kecil yaitu berkontribusi 2,67% dan 1,97% atau produksi kopi berasan rata-rata 15,36 ribu ton dan 11,33 ribu ton.

Sri Mulato mengharapkan momentum Hari Kopi Internasional tahun ini bisa dijadikan refleksi untuk menyiapkan langkah antisipasi dalam merespons penurunan produksi kopi yang disebabkan oleh perubahan iklim.

Apalagi, kondisi yang terjadi ini bisa berlangsung lama. Dia berharap semua pihak memikirkan solusi agar produksi kopi tidak semakin menurun yang berdampak pada sulitnya pelaku industri mendapatkan bahan baku.

Dia menyarankan dua pendekatan. Pertama, dilakukan dari hulu, yakni melalui petani kopi. Petani menurut dia saatnya harus responsif terhadap iklim.

BACA JUGA: Terkenal Lezat dan Bergizi Tinggi, Ikan Kakatua Sebaiknya Tidak dikonsumsi, ini Alasannya!

Mulai saat ini petani diminta benar-benar memperhatikan laporan cuaca atau turunnya hujan yang dirilis oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

“Buat kebun kopi itu bisa lebih mandiri dengan menyediakan air. Buat biopori untuk menyimpan air,” sarannya.

Sri Mulato juga menyarankan agar petani kopi mulai menerapkan agroforestry.

Ini merupakan model pertanian yang melibatkan integrasi antara tanaman pokok semusim dengan berbagai jenis tanaman kayu atau tanaman lain yang memberikan manfaat beragam.

BACA JUGA: Menikmati Sensasi Naik Kereta Api Masa Lalu, Ada Jajanan Kuliner dan Pedagang Asongan

Tanaman yang bisa ditanam untuk menaungi tanaman kopi antara lain, alpukat, durian, dan petai. Tanaman itu menurut dia bisa menghasilkan nitrogen secara mandiri sehingga tanaman kopi lebih nyaman.

“Secara ekonomi juga tanaman itu menghasilkan, jadi ada nilai tambah selain kopi,” paparnya.

Kedua, pendekatan dari hilir melalui pelaku usaha UKM. Sri Mulato menyebut pelaku industri kopi rumahan selama ini belum terbiasa menyimpan stok kopi.

BACA JUGA: Menyusuri Eksotisme Pantai Pinang di Kepulauan Selayar

Padahal, inventori itu diakui sangat penting jika sewaktu-waktu produksi kopi berkurang seperti yang terjadi saat ini.

“Ubah sistem produksi dengan membuat inventori yang baik. Sejak dua tahun lalu saya sudah warning ke UKM soal ini, tapi diabaikan. Bedanya dengan pengusaha skala besar, saat mereka tanya lalu diberitahu apa antisipasinya, mereka lakukan,” ujarnya.

Sri Mulato memperkirakan, kondisi produksi kopi yang turun ini baru akan recovery dua tahun mendatang. Itu pun jika ada upaya yang dilakukan petani.

“Butuh dua tahun untuk pulih, kecuali petani lakukan tindakan agronomi yang bisa membuat produksi kopi tetap terjaga,” tandasnya.

.

Ikuti Kami :
Posted in

BERITA LAINNYA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *