ENREKANG, Quarta.id- Tim Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Negeri Makassar (UNM), hadir dengan inovasi daur ulang limbah peternakan menjadi produk pupuk ramah lingkungan.
Limbah usus dan bulu ayam diproduksi menjadi pupuk organik padat dan juga cair yang memiliki nilai ekonomi.
Program ini diinisiasi di Desa Batu Mila, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan yang dikenal sebagai salah satu sentra peternakan ayam petelur dengan populasi mencapai puluhan ribu ekor.
Persoalan limbah usus dan bulu ayam yang kerap menimbulkan bau tak sedap serta mencemari lingkungan, kini menemukan jalan keluar.
Tidak hanya itu, warga desa, terutama ibu rumah tangga, berpeluang memperoleh sumber pendapatan baru.
Tim ini diketuai oleh Islawati dengan dosen pendamping Sugiarti dan Suhartini Asiz, serta dua mahasiswa, Adestia Tangke Padang dan Muhammad Ilham Jaya Kusuma MN.
Pelatihan pengolahan limbah peternakan di Desa Batu Mila, Kecamatan Maiwa ini, merupakan bagian dari program Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat yang mendapat dukungan pendanaan dari DPPM Kemendiktisaintek tahun 2025.
Islawati menjelaskan bahwa kegiatan ini bukan hanya bertujuan mengurangi pencemaran, melainkan juga memperkuat kemandirian ekonomi keluarga.
BACA JUGA: Banyak Tumbuh di Sulsel, Unhas dan BRIN akan Kembangkan Aren Jadi Produk Biomassa
“Kami ingin melibatkan ibu-ibu agar mereka berperan sebagai agen lingkungan sekaligus pelaku usaha kecil. Produk pupuk yang dihasilkan dapat digunakan sendiri maupun dipasarkan,” ungkapnya.
Pelatihan dilaksanakan dalam dua tahap, mulai dari sosialisasi dan praktik teknis pembuatan pupuk pada 19-20 Juli 2025, hingga strategi pemasaran berbasis digital pada 26-27 Juli 2025. Peserta juga memperoleh perlengkapan awal seperti drum fermentasi, EM4, molase, dan kit produksi lainnya.
Kepala Desa Batu Mila, Hj. Rachmawaty, menyambut positif dan memberikan apresiasi atas program ini.
BACA JUGA: Keren! Mahasiswa ITB Ciptakan Inovasi untuk Minimalkan Lakalantas Akibat Sopir Mengantuk
“Program ini sangat membantu. Selain mengurangi polusi, warga kami kini punya peluang usaha baru, terutama bagi kelompok ibu-ibu PKK,” katanya.
Hasil evaluasi menunjukkan peningkatan signifikan pemahaman peserta, dari skor rata-rata 55,3 sebelum pelatihan menjadi 86,7 setelahnya. Selain produksi, peserta juga belajar mengenai pengemasan, penentuan harga, hingga promosi melalui marketplace seperti Shopee dan TikTok.
Dengan bekal tersebut, kelompok usaha perempuan di Desa Batu Mila diharapkan mampu menembus pasar yang lebih luas, sekaligus menjadikan desa ini contoh penerapan teknologi tepat guna yang berkelanjutan.
BACA JUGA: Peneliti dan Aktivis Lingkungan Ingatkan Potensi Bahaya Mikroplastik pada Jajanan Anak
Teknologi utama yang diperkenalkan adalah bio-konversi menggunakan mikroorganisme efektif (EM4). Teknologi ini memanfaatkan bakteri pengurai untuk mempercepat proses fermentasi limbah organik, sehingga bulu dan usus ayam dapat berubah menjadi pupuk berkualitas dalam hitungan minggu.
Proses fermentasi dilakukan dalam drum kedap udara yang dilengkapi dengan katup pembuangan gas. Teknologi sederhana ini terbukti ramah lingkungan, tidak menimbulkan bau menyengat, sekaligus menjaga kualitas nutrisi pupuk.
Untuk mempercepat tahapan produksi, tim pengabdian juga menghadirkan mesin pencacah bulu ayam. Mesin ini berfungsi menghancurkan bulu ayam menjadi potongan kecil sehingga lebih mudah diuraikan dalam proses fermentasi.
Dengan penggunaan mesin pencacah, waktu pengolahan dapat dipangkas secara signifikan dibandingkan hanya menggunakan metode manual.
BACA JUGA: Limbah Popok Capai 34 Ribu Ton per Hari, Kenali Bahayanya untuk Lingkungan!
Setelah melalui proses pencacahan, bulu ayam diproses dengan metode hidrolisis keratin, yakni memanfaatkan enzim tertentu untuk memecah protein keratin menjadi senyawa sederhana. Teknik ini menghasilkan pupuk padat yang kaya unsur nitrogen, fosfor, dan kalsium.
Sementara itu, limbah usus ayam difermentasi menjadi pupuk organik cair (POC) dengan proses anaerobik. Larutan yang dihasilkan kaya akan mikroba baik yang berfungsi meningkatkan kesuburan tanah dan membantu tanaman lebih tahan terhadap serangan penyakit.
Selain teknologi pengolahan, tim juga memberikan penyuluhan khusus tentang pemasaran berbasis marketplace. Peserta diedukasi terkait cara membuka toko online di Shopee dan TikTok Shop, memotret produk dengan pencahayaan baik, menulis deskripsi yang menarik, hingga menggunakan fitur promosi seperti flash sale dan live streaming.
Peserta juga diperkenalkan pada aplikasi desain grafis sederhana berbasis ponsel untuk membuat label kemasan produk. Kemasan yang menarik dan profesional diyakini mampu meningkatkan daya tarik konsumen serta memperkuat branding produk pupuk organik mereka.
Program ini menggabungkan antara teknologi tradisional, mesin pencacah sederhana, dan digitalisasi pemasaran.
Dengan pendekatan ini, masyarakat diharapkan tidak hanya mampu mengolah limbah menjadi pupuk, tetapi juga memahami cara menyalurkan produk mereka ke pasar yang lebih luas.
Evaluasi pasca-program menunjukkan peserta mampu menerapkan teknologi secara mandiri. Beberapa kelompok bahkan sudah mulai memproduksi pupuk dalam skala kecil dan memasarkannya melalui media sosial maupun marketplace.
Dengan penerapan bio-konversi, mesin pencacah, dan pemasaran berbasis marketplace, Desa Batu Mila berpeluang besar menjadi model desa mandiri lingkungan. Program ini tidak hanya menjawab persoalan limbah, tetapi juga membuka jalan baru bagi kemandirian ekonomi keluarga, khususnya bagi para ibu rumah tangga. (adv).