JAKARTA, Quarta.id- Penelitian terkait mikroplastik dan bahayanya pada kesehatan manusia telah banyak dilakukan dalam beberapa waktu terakhir.
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dwi Amanda Utami pada tahun 2023 lalu memberikan penjelasan terkait mikroplastik.
“Mikroplastik merupakan partikel plastik atau fiber dengan ukuran kurang dari 5 mm. Tipe mikroplastik ini ada dua, yakni primer dan sekunder,” ucap Dwi Amanda pada laman brin.go.id.
BACA JUGA: Lakukan Penelitian di Kepulauan Selayar, Akademisi Ini Ingatkan Bahaya Mikroplastik
“Mikroplastik primer diproduksi dalam ukuran yang sangat kecil, contohnya Polyethylene microbeads yang banyak terdapat pada produk kecantikan. Sedangkan mikroplastik sekunder berasal dari degradasi plastik sekali pakai yang berukuran lebih besar,” ucapnya.
Jalan masuk mikroplastik ke tubuh manusia diantaranya melalui udara, air minum dan juga lewat perantara ikan yang mengkonsumsi mikroplastik di dalam air.
“Plastik dapat menyerap bahan kimia berbahaya yang terlarut dalam air dan semakin kecil ukuran partikel plastik, ia akan semakin efisien dalam mengakumulasi toksin,” kata Amanda.
BACA JUGA: DAS Citarum Rawan Polusi Limbah Farmasi, Ini Bahayanya untuk Manusia dan Lingkungan
Ia menambahkan, bahwa polusi udara juga mengandung mikroplastik berukuran 10 – 25 mm yang dapat terakumulasi di saluran pernafasan dan paru-paru sehingga akan mengganggu sistem pernapasan.
Potensi bahaya mikroplastik lainnya pada kesehatan manusia adalah memicu pertumbuhan tumor, penghambat sistem imun, dan mengganggu sistem reproduksi.
Saat ini, keberadaan mikroplastik belum berada di tingkat yang mengancam. Namun, seiring berjalannya waktu jumlahnya akan meningkat dan bahanya akan semakin nyata.
Terbaru, Kepala Laboratorium Mikroplastik ECOTON (Ecological Observation and Wetland Conservations), Rafika Aprilianti menyampaikan hasil penelitian dari ECOTON terkait potensi mikroplastik pada jajanan anak-anak berupa Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK) yang kerap dijajakan di sekolah.
ECOTON sendiri adalah lembaga yang sejauh ini concern mendalami kajian dan riset ilmiah terkait pencemaran yang terdapat di sungai.
Sebelum menjadi yayasan, Ecoton merupakan kelompok studi konservasi lahan basah Program Studi Biologi Universitas Airlangga (UNAIR)
Pada penelitian dimaksud, ECOTON melakukan identifikasi mikroplastik pada sampel 200 ml Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) dari berbagai merek.
“Kelimpahan rata-rata mikroplastik yang ditemukan adalah 0.0495 particles/ml. Rata-rata ukuran partikel mikroplastik yang ditemukan dalam sampel adalah 0.11-3.72 mm,” terang Rafika.
BACA JUGA: Moms Perlu Waspada, Ada Bahaya di balik Takjil atau Makanan yang Dibungkus Plastik
Rafika menambahkan, faktor-faktor yang menyebabkan terlepasnya mikroplastik dari polimer induk adalah faktor suhu, dimana produk dengan kemasan plastik terkena sinar matahari langsung dengan suhu yang tinggi.
“Penyebab lainnya adalah sinar UV, perubahan pH, waktu kontak paparan, kualitas bahan plastik dan faktor fisik seperti tenakan dan gesekan,” lanjut Rafika.
ECOTON sendiri memberikan himbauan kepada publik untuk meminimalisir konsumsi makanan dalam kemasan plastik.
BACA JUGA: Dari Pawai Bebas Plastik 2023: Pemerintah Diminta Serius Tangani Polusi Sampah Plastik
Disatu sisi, mendorong regulasi pengurangan penggunaan plastik sekali pakai, menuntut komitmen pemerintah mewujudkan Plastic Global Treaty untuk mengurangi produksi plastik dan mengakhiri polusi plastik pada tahun 2040.
Sementara itu terkait produk Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK), ECOTON mendorong pemeriksaan rutin terhadap kemasan dan pencantuman jenis polimer plastik pada kemasan.
Pemerintah juga didesak untuk menghadirkan baku mutu mikroplastik dan dalam jangka panjang menerbitkan aturan dimana industri tidak lagi menggunakan kemasan plastik sekali pakai.