JAKARTA, Quarta.id- Setiap 10 Januari di berbagai negara diperingati Hari Gerakan Sejuta Pohon sedunia.
Tujuan utama peringatan ini yakni untuk meningkatkan kesadaran dan memberikan edukasi kepada masyarakat akan pentingnya menanam dan merawat pohon sebagai salah satu aksi pelestarian alam dan lingkungan hidup.
BACA JUGA: Ironi Hari Sejuta Pohon Sedunia, Ramai Atribut Caleg Terpaku di Pohon
Kepedulian akan pentingnya melestarikan pohon ini mendorong lahirnya “Forest Restoration Project: SDGs Together”. Apa itu? Ini merupakan aksi peduli lingkungan dengan cara menanam serta memelihara bibit pohon spesies asli dan langka di hutan Sumatra yang telah terdegradasi akibat aktivitas ilegal dan kebakaran hutan.
Selama tiga tahun program berjalan, telah dilakukan penanaman dan perawatan bibit pohon sebanyak 31.391 pohon di areal seluas 94 ha.
BACA JUGA: Cara Unik Komunitas Lingkungan di Selayar Kampanyekan Kantong Belanja Ramah Lingkungan
Program digagas oleh Belantara Foundation bekerja sama dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Minas Tahura, Kelompok Tani Hutan Tahura Sultan Syarif Hasyim dan didukung oleh APP Group. Lokasi kegiatan di Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim (Tahura SSH), wilayah Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu, Riau.
Setidaknya terdapat 31 jenis pohon yang telah ditanam, di antaranya adalah merawan (Hopea mengarawan), ramin (Gonystylus bancanus)dan balam (Palaquium burckii) yang masuk ke dalam status kategori kritis/Critically Endangered (CR).
BACA JUGA: Mencintai Satwa Bukan dengan Cara Memiliki, tapi Membiarkan Lepas di Alam Bebas
Selain itu, jenis balangeran (Shorea balangeran) yang masuk ke dalam kategori rentan/Vulnerable (VU) dan meranti lambai (Shorea acuminata) yang masuk kategori hampir terancam punah/Near Threatened (NT) menurut daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN).
Kegiatan lain yang telah dilakukan yaitu memasang papan nama proyek, membangun rumah pembibitan, membangun pondok kerja, patroli hutan, memberikan peningkatan kapasitas bagi masyarakat, serta melakukan monitoring dan evaluasi.
Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dolly Priatna mengatakan restorasi hutan merupakan salah satu langkah efektif untuk memitigasi perubahan iklim dan meningkatkan ketahanan pangan, menjaga suplai air serta melindungi keanekaragaman hayati.
BACA JUGA: BMKG Ingatkan Masyarakat Terkait Siklon Tropis Anggrek dan Bibit Siklon 99S
“Kami ingin mempromosikan restorasi hutan untuk turut berkontribusi dalam aksi iklim global,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Rabu (10/01/2024).
Inisiatif yang dilakukan tersebut diakui guna mendukung target Sustainable Development Goals (SDGs) ke 15, yaitu melindungi, memulihkan, dan mendukung penggunaan yang berkelanjutan terhadap ekosistem.
Selain itu, target SDGs ke 12 yakni produksi dan konsumsi yang bertanggung jawab, dan target ke 13 yaitu mengambil tindakan cepat untuk mengatasi perubahan iklim dan dampaknya, serta target ke 15 yaitu menjaga kehidupan di daratan, serta target SDGs ke 17 yaitu menguatkan sarana pelaksanaan dan merevitalisasi kemitraan global untuk pembangunan berkelanjutan..
BACA JUGA: Hancur Terbakar, Ekosistem Savana Gunung Bromo Butuh Waktu Puluhan Tahun untuk Pulih
Dolly mengingatkan bahwa restorasi hutan juga perlu memerhatikan dimensi sosial-ekonomi masyarakat sehingga tidak hanya mengembalikan fungsi ekologis, tetapi juga mengembalikan fungsi hutan sebagai sumber mata pencaharian yang berkelanjutan bagi masyarakat.
“Dengan tata kelola yang tepat, restorasi hutan dapat mendukung pemulihan fungsi hutan sebagai penyedia manfaat lingkungan, sosial, dan ekonomi bagi masyarakat”, kata Dolly, yang juga pengajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan.