MAKASSAR, Quarta.id– Untuk menurunkan angka perkawinan anak di Sulawesi Selatan, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DPPPA Dalduk KB) Provinsi Sulsel menggandeng USAID melalui program ERAT.
ERAT adalah akronim dari narasi Tata Kelola Pemerintahan yang Efektif, Efisien dan Kuat
Program ini ditujukan pada pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota dalam memperbaiki kualitas pelayanan publik serta perencanaan dan pelaksanaan anggaran daerah.
BACA JUGA: PBB: 4,9 Juta Anak di Dunia Meninggal Sebelum Ulang Tahun Kelima
USAID ERAT bertujuan meningkatkan akuntabilitas dan memperkuat sistem insentif sehingga pelayanan publik tersedia secara tranparan, dan menjangkau seluruh kelompok masyarakat termasuk perempuan, kelompok miskin, orang dengan disabilitas serta kelompok marginal lainnya.
Di Sulsel, USAID ERAT bekerjasama dengan pemerintah provinsi dan lima pemerintah kabupaten/kota, masing-masing Kepulauan Selayar, Gowa, Makassar, Barru dan Luwu Utara.
Pada tahun 2024 ini salah satu yang menjadi concern dari kerjasama USAID ERAT di Sulawesi Selatan adalah upaya penurunan angka perkawinan anak.
Pada Lokakarya Penyusunan Rencana Strategi Daerah (STRADA) di Kepulauan Selayar, Senin (25/3/2024), Kepala DPPPA Dalduk KB Provinsi Sulsel, Andi Mirna, mengatakan, perkawinan anak merupakan permasalahan kompleks yang melibatkan berbagai aspek, termasuk ekonomi dan budaya.
“Olehnya itu dibutuhkan kebijakan yang strategis dan dalam hal ini USAID ERAT memberikan support dan pendampingan dalam melahirkan kebijakan yang komprehensif dalam menurunkan angka perkawinan anak,” ucapnya
Dampak yang sering timbul akibat perkawinan anak menurut Andi Mirna adalah berkaitan dengan aspek sosial seperti kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak, ekonomi dan juga kesehatan.
“Pernikahan anak akan melahirkan kondisi kerentanan kekerasan fisik, emosional, dan seksual dalam hubungan perkawinan yang terjadi pada usia yang sangat muda,” ujarnya.
Selain itu, masalah stunting juga muncul karena organ reproduksi anak belum sepenuhnya berkembang, sehingga berisiko terhadap komplikasi kesehatan saat hamil dan melahirkan.
Pelatihan di Kepulauan Selayar melibatkan unsur organisasi masyarakat, tokoh adat, tokoh masyarakat, organisasi lintas sektor, PKK dan beberapa organisasi perempuan.
BACA JUGA: 3 dari 10 Remaja Indonesia Alami Anemia, Kenali Bahaya dan Pencegahannya!
Selain melahirkan rencana aksi, pelatihan tersebut diharapkan menjadi acuan dalam menentukan regulasi dan kebijakan dalam upaya penurunan angka perkawinan anak.
Saat ini, angka perkawinan anak di Sulsel berada di angka 9,25% pada tahun 2021. Angka tersebut mengalami penurunan setelah sebelumnya menyentuh 11,25 persen pada tahun 2020. Walaupun demikian, kata Andi Mirna angka tersebut masih diatas rata-rata angka nasional.
Tidak hanya itu, dirinya juga menyebut angka dispensasi kawin di Sulsel juga turut menurun. Dimana pada tahun 2020 menyentuh 4.046 kasus dan 2021 3.356 kasus berdasarkan data dari Kanwil Kemenag Sulsel 2022.