JAKARTA, Quarta.id– Pemerintah diminta tidak membebani masyarakat dengan biaya pendidikian yang mahal, termasuk di perguruan tinggi.
Permintaan ini disampaikan menyusul terbitnya Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 yang menciptakan polemik di masyarakat.
Regulasi tersebut mengakibatkan nilai Biaya Kuliah Tunggal (BKT), Uang Kuliah Tunggal (UKT), dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) naik fantastis. Tidak sedikit mahasiswa kesulitan untuk melanjutkan kuliah akibat kebijakan tersebut.
Anggota Komisi X DPR RI Andreas Hugo Pareira meminta pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) agar meninjau ulang Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024. Kebijakan tersebut disebutnya membuat wajah perguruan tinggi di Indonesia menjadi komersil.
Permendikbud tersebut dinilai rentan diinterpretasikan oleh perguruan tinggi sesuai dengan kemauan mereka.
“Nah, satu poin yang berkaitan dalam salah satu pasal, bahwa biaya UKT ditetapkan usai mahasiswa diterima. Saya rasa ini rentan terjadi komersialisasi pendidikan,” kata anggota Fraksi PDI Perjuangan ini dikutip dari laman dpr.go.id, Kamis (16/5/2024).
BACA JUGA: Menengok Water Refill Station di Kampus ITB, Fasilitas untuk Mendorong Green Campus
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim mengeluarkan Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) pada Perguruan Tinggi Negeri atau PTN di Lingkungan Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Tarif SSBOPT ditentukan oleh Mendikbud Ristek dengan pertimbangan capaian standar PTN, jenis program studi, dan indeks kemahalan wilayah. Selain itu, peraturan turunan mengenai besaran SSBOPT diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 54/P/2024.
BACA JUGA: Pertamina Siapkan Beasiswa untuk Mahasiswa Penggiat Lingkungan dan Sosial, Ini Infonya!
Komponen SSBOPT terdiri atas biaya langsung yang merupakan biaya operasional penyelenggaraan program studi dan biaya tidak langsung yang merupakan biaya operasional pengelolaan institusi.
Kemudian SSBOPT akan digunakan sebagai dasar kementerian untuk mengalokasikan anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk PTN dan tarif BKT untuk setiap program studi.
Andreas setuju alokasi 20% APBN untuk sektor pendidikan perlu dievaluasi. Hal itu terkait apakah penyalurannya sudah berkontribusi pada perbaikan kualitas pendidikan atau belum. Baginya, upaya tersebut krusial demi masa depan generasi bangsa.