JAKARTA, Quarta.id– Mulai besok, Jumat (1/3/2024), warga yang mengurus Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) wajib menyertakan bukti sebagai peserta BPJS Kesehatan.
Kewajiban terdaftar BPJS dalam mengurus SKCK akan diujicobakan di beberapa daerah di enam wilayah Kepolisian Daerah (Polda) di Indonesia, yakni Riau, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Bali, dan Papua Barat.
BACA JUGA: Lebih 50 Juta Peserta BPJS Kesehatan Tidak Aktif, Pengamat Tawarkan Solusi Ini
Kebijakan ini memicu pro kontra. Sebagian pihak berpandangan aturan yang memaksa itu tidak semestinya diterapkan karena akan mempersulit rakyat dalam mencari kerja.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansah menyebut aturan tersebut pada dasarnya baik, namun pemerintah perlu juga memperhatikan suasana kebatinan masyarakat.
Jangan sampai karena tidak terdaftar di BPJS Kesehatan seseorang juga harus gagal mencari pekerjaan karena terhambat aturan tersebut.
BACA JUGA: BPJS Kesehatan Jadi Syarat Urus SKCK, Pengamat: Orang Cari Kerja Jangan Malah Dipersulit
Menurutnya, aturan yang memaksa itu mengacu pada Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 yang mewajibkan seluruh kantor pelayanan publik mensyaratkan kepesertaan BPJS.
“Makanya sejak awal saya termasuk yang paling getol mengkritik Inpres yang dibuat Jokowi tersebut,” ujarnya kepada Quarta.id, Kamis (29/2/2024).
BACA JUGA: Mengintip Aktivitas Tim Kesehatan KPPS: Siaga 24 Jam, Terapkan Sistem Penanganan On the Spot
Selain pengurusan SKCK, sejumlah pelayanan publik lebih dulu mensyaratkan kepesertaan BPJS, di antaranya jual beli tanah dan mengurus sertifikat di Badan Pertanahan Nasional (BPN), pengurusan paspor di kantor Imigrasi, pengurusan dokumen haji dan umroh di Kementerian Agama, hingga mengurus Kredit Usaha Rakyat (KUR) di perbankan.
BACA JUGA: Keseringan Debat Kusir Soal Pilpres di Media Sosial Bisa Ganggu Kesehatan? Ini Kata Ahli
Pandangan berbeda disampaikan Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar. Menurutnya, aturan wajib peserta BPJS itu bisa dipahami karena tujuannya adalah bagaimana menjamin semua rakyat punya akses pada layanan kesehatan.
Secara yuridis, kata dia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) memang mewajibkan setiap warga negara menjadi peserta BPJS Kesehatan.
Selain itu Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan juga mengatur bahwa mulai 1 Januari 2019 semua warga negara wajib masuk program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 juga mengatur sanksi bagi yang tidak terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan yakni tidak mendapat layanan publik.
BACA JUGA: Mantan Direktur WHO Ini Imbau Debat Capres Angkat Topik Penyakit Menular Terabaikan
“Jadi secara yuridis, filosofis dan sosiologis, tujuan dari kebijakan itu bukan untuk membebani rakyat atau mempersulit mereka mencari kerja. Semata agar rakyat terlindungi dengan mendapatkan akses pada layanan kesehatan,” jelasnya.