JAKARTA, Quarta.id– Lebih 50 juta peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berstatus tidak aktif. Status nonaktif tersebut disebabkan karena iuran menunggak atau perubahan status kepesertaan.
Kondisi ini bisa membuat pemerintah terancam gagal mencapai target cakupan kepesertaan BPJS Kesehatan pada tahun ini sebesar 98% dari total penduduk.
Target 98% kepesertaan pada 2024 termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
BACA JUGA: BPJS Kesehatan Jadi Syarat Urus SKCK, Pengamat: Orang Cari Kerja Jangan Malah Dipersulit
Berdasarkan data yang ditampilkan di laman bpjs-kesehatan.go.id, Kamis (29/2/2024), total kepesertaan JKN atau jumlah peserta BPJS Kesehatan hingga 31 Januari 2024 sebanyak 267.784.196 jiwa.
Dengan jumlah penduduk Indonesia sebesar 279 juta jiwa, total penduduk yang terdaftar di BPJS Kesehatan saat ini sudah mencapai 95%.
BACA JUGA: Mantan Direktur WHO Ini Imbau Debat Capres Angkat Topik Penyakit Menular Terabaikan
Lantas, mampukah BPJS Kesehatan mencapai target kepesertaan 98% atau setara 274,36 juta penduduk tahun ini?
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengaku sangsi. Menurutnya, jumlah penduduk yang terdaftar program JKN memang hampir 268 juta, namun, data riilnya tidak persis seperti itu.
BACA JUGA: Bagaimana Menjaga Kesehatan Saat Bertugas di TPS pada Hari Pencoblosan? Ini Tips Ahli
Dia menyebut banyak orang yang sudah terdaftar program JKN namun statusnya nonaktif karena menunggak pembayaran iuran.
Meski terdaftar namun jika status kepesertaan tidak aktif maka otomatis tidak mendapat layanan kesehatan.
“Banyak yang statusnya terdaftar namun saat ini nonaktif. Ini jumlahnya mencapai lebih 50 jutaan orang. Mereka ini terdaftar tapi tidak terlayani,” ujarnya kepada Quarta.id, Kamis (29/2/2024).
BACA JUGA: Komnas HAM Ungkap Fakta Penyebab Banyak Anggota KPPS Meninggal Dunia
Jumlah riil penduduk yang terlayani layanan BPJS Kesehatan saat ini diklaim baru sekitar 80,85%.
Karena itu, masih ada kebutuhan 17% lagi atau setara 60 juta penduduk untuk bisa mencapai target 98% terlayani BPJS pada 2024.
Timboel menilai angka 60 juta bukan hal yang mudah untuk dicapai hingga akhir tahun. Karena itu dia mendorong pemerintah membuat kebijakan yang bersifat terobosan.
Menurutnya, banyaknya jumlah peserta terdaftar namun tidak bisa mendapat layanan BPJS disebabkan dua hal.
BACA JUGA: Bali Tuan Rumah Forum Air Sedunia 2024, Hadirkan Ribuan Peserta dari Berbagai Negara
Pertama, banyak orang miskin yang status kepesertaannya dinonaktifkan karena tidak membayar iuran. Dia menyebut jumlahnya mencapai 17 jutaan.
Kedua, peserta mandiri yang dinonaktifkan karena tidak mampu membayar iuran.
Timboel menawarkan solusi agar mereka yang terdaftar namun tidak terlayani agar mendapatkan keringanan.
Bagi orang miskin perlu ada diskresi agar statusnya kembali aktif. Sedangkan bagi peserta mandiri yang menunggak pembayaran, perlu keringanan berupa diskon.
“Misalnya, ada peserta mandiri sekeluarga menunggak dan didenda sehingga harus membayar Rp10 juta. Itu bisa dikasih diskon 50%. Tujuannya meringankan agar mereka bisa jadi peserta aktif lagi,” paparnya.
Saat ini memang ada program rehab, yakni memberi keringanan untuk mencicil tunggakan.
Namun Timboel menyebut kebijakan mencicil tunggakan iuran itu tidak membuat kepesertaan seseorang menjadi aktif. Jadinya, tunggakan iuran harus dilunasi dulu baru bisa dilayani.
BACA JUGA: Mengintip Aktivitas Tim Kesehatan KPPS: Siaga 24 Jam, Terapkan Sistem Penanganan On the Spot
“Yang kita inginkan adalah kebijakan rehab sekaligus aktifkan kepesertaannya sehingga tidak ada orang yang tidak terlayani JKN,” ujarnya.
Dia mengingatkan bahwa semangat program JKN adalah gotong royong sehingga kebijakan yang meringankan perlu dipertimbangkan pemerintah.
“Jika seluruh peserta nonaktif ini bisa diaktifkan kembali, target tahun ini akan melayani 98% masyarakat dengan program JKN mungkin bisa terwujud,” ujarnya.