JAKARTA, Quarta.id- Kuasa Hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hifdzil Alim menilai dalil nepotisme yang disampaikan oleh Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 03 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD (Paslon Ganjar-Mahfud) salah kamar.
Menurutnya, sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), pemeriksaan dugaan nepotisme merupakan ranah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), bukan Mahkamah Konstitusi (MK).
Hifdzil Alim menanggapi Perkara Nomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024 yang dimohonkan oleh Ganjar-Mahfud dalam sidang lanjutan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 (PHPU Pilpres) yang digelar Kamis (28/3/2024).
BACA JUGA: Mahfud Ingatkan MK Bisa Buat Landmark Decision Saat Mengadili Sengketa Pilpres 2024
Sidang yang beragenda mendengarkan keterangan Termohon, Pihak Terkait dan Bawaslu ini dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi tujuh Hakim Konstitusi lainnya.
Termohon lantas disebut menolak setiap dalil atau pernyataan yang disampaikan oleh Pemohon kecuali yang secara jelas dan tegas serta tertulis yang diakui oleh Termohon.
Hifdzil juga menanggapi tudingan pelanggaran administratif yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Menurutnya, sebagaimana diatur dalam UU Pemilu, lembaga yang diperintahkan untuk memeriksa dugaan dua jenis pelanggaran administratif yang terstruktur, sistematis, dan masif adalah Bawaslu.
BACA JUGA: Anwar Usman Kembali Langgar Kode Etik, MKMK Jatuhkan Sanksi Teguran Tertulis
“Dengan demikian, jika terdapat dugaan pelanggaran administratif yang TSM dalam pemilu maka Bawaslu-lah yang diberikan kewenangan untuk memeriksa. Bawaslu tetap dapat memeriksa dugaan abuse of power yang terkoordinasi seperti dalil pemohon itu,” tegas Hifdzil dikutip dari laman mkri.com.
Dengan demikian, lanjut Hifdzil, dalil Pemohon yang menyatakan adanya kekosongan hukum sehingga MK harus memeriksa dugaan nepotisme dalam pemilu menjadi runtuh. Sebab, UU Pemilu dan Peraturan Bawaslu Nomor 8/2022 telah cukup menjadi dasar hukum yang berlaku sebagai dasar memeriksa nepotisme dalam penyelenggaraan pemilu.
Dalil Anies-Muhaimin Salah Kamar
Sementara itu, Tim Kuasa Hukum Prabowo-Gibran menuding dua pihak yang menjadi lawannya keliru ketika mempersoalkan pencalonan Gibran ke MK.
BACA JUGA: AMIN Minta MK Diskualifkasi Paslon 02 dan Pemungutan Suara Ulang Tanpa Prabowo-Gibran
Dalil permohonan yang diajukan Paslon Nomor Urut 1 Anies-Muhaimin Iskandar dan Paslon Nomor Urut 3 Ganjar-Mahfud dinilai salah kamar.
Pencalonan Gibran sebagai cawapres seharusnya dipersoalkan pada tahapan awal Pemilu 2024, bukan di MK.
“Ini sebenarnya perkara salah kamar, bahwa yang dijelaskan itu pertama-tama mengenai pencalonan Gibran Raakabuming Raka, ini kan sebenarnya sudah lama kenapa baru sekarang,” ujar kuasa hukum Prabowo-Gibran, Yakub Hasibuan dalam keterangan pers usai sidang di gedumg MK, Jakarta, Kamis (28/3/2024) dikutip di laman mkri.id.
BACA JUGA: Di Sidang MK, Paslon AMIN Bongkar Modus Keterlibatan Presiden Jokowi Menangkan Prabowo-Gibran
Sidamg MK beragendakan penyampaian jawaban KPU (Termohon), Keterangan Pihak Terkait, dan Keterangan Bawaslu.
Yakub yang juga anak dari Otto Hasibuan ini melanjutkan, dalil kedua Pemohon mengenai bantuan sosial (bansos) juga tidak relevan. Menurut dia, pemberian bansos dari pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak ada hubungannya dengan kenaikan suara Paslon 2.
BACA JUGA: Ketua MK: Gugatan Perkara Pemilu 2024 Meningkat Dibanding Pemilu 2019
Kuasa hukum Prabowo-Gibran lainnya, Yuri Kemal Fadlullah menuturkan, MK bukan forum untuk mendiskualifikasi pasangan calon presiden. Dia juga mengatakan, dalil Paslon Ganjar-Mahfud yang menyatakan Paslon 3 memperoleh nol suara juga tidak beralasan.
“Apakah bisa Mahkamah Konstitusi itu menegasikan seluruh perolehan suara 90 juta lebih,” kata Yuri yang juga anak dari Yusril Ihza Mahendra. Yusril maupun Otto berada di barisan Tim Kuasa Hukum Prabowo-Gibran.