JAKARTA, Quarta.id- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mempublikasi Global Tuberculosis Report 2024 dimana sekitar 5-10% orang yang terinfeksi TBC akan mengalami gejala dan mengembangkan penyakit TBC.
Menurut laporan tersebut, penyakit TBC yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis masih menjadi masalah kesehatan global.
Pada 2023, diperkirakan 10,8 juta orang di dunia sakit karena TBC. Indonesia menempati posisi kedua di dunia dengan estimasi 1.090.000 kasus TBC baru setiap tahun dan 125.000 kematian akibat TBC.
BACA JUGA: Hari Tuberkolosis Sedunia, Kemenkes RI: 17 Orang Meninggal Setiap Jam Akibat TBC
Dikutip dari laman kemkes.go.id, Sekretaris Ditjen Penanggulangan Penyakit Kementerian Kesehatan RI, dr. Yudhi Pramono, MARS, menyampaikan bahwa semua orang berisiko tertular TBC.
Kendati demikian, menurut Yudhi, terdapat kelompok masyarakat yang memiliki risiko lebih tinggi tertular penyakit ini.
“Meskipun semua orang bisa tertular TBC, terdapat kelompok yang lebih berisiko tinggi tertular TBC, yaitu orang yang kontak serumah dan kontak erat dengan pasien TBC, orang dengan HIV (ODHIV), dan perokok,” ujar Yudhi di Jakarta, Kamis (31/1/2025)lalu.
BACA JUGA: 56,5 Persen Perokok Aktif di Indonesia adalah Anak Muda, Penetrasi Iklan Rokok Disorot
“Kemudian, orang dengan diabetes melitus (DM), bayi, anak-anak, dan lansia yang memiliki interaksi dengan pasien TBC, warga binaan pemasyarakatan (WBP), tunawisma, pengungsi, serta masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh-padat dan kumuh-miskin juga berisiko tinggi tertular TBC.”
Bakteri TBC dalam percikan (droplet) dapat bertahan selama beberapa jam di ruangan yang lembap dan tidak terpapar sinar matahari.
“Bila percikan droplet tersebut dihirup oleh orang lain, terutama mereka yang memiliki kontak erat dengan pasien TBC, maka risiko penularan semakin tinggi,” lanjutnya.
BACA JUGA: Warning! Hasil Penelitian, Polusi Udara Dapat Memperpendek Usia Harapan Hidup
Setelah seseorang terinfeksi, kuman Mycobacterium tuberculosis bisa dalam kondisi aktif atau tidak aktif (dormant) dalam tubuhnya.
“Jika daya tahan tubuhnya baik, maka bakteri TBC akan tetap tidur. Namun, jika daya tahan tubuh menurun, bakteri ini bisa menjadi aktif dan menyebabkan penyakit.” imbuh Yudhi.
Guna menemukan kasus tuberkulosis secara dini, Kementerian Kesehatan RI disebut melakukan investigasi kontak dilakukan oleh tenaga kesehatan atau kader, dengan minimal 8 orang diperiksa untuk setiap kasus TBC.
Hal ini sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor HK.02.02/C/2175/2023 tentang Perubahan Pelaksanaan Investigasi Kontak dan Alur Pemeriksaan Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTB) serta Pemberian Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) di Indonesia.