JAKARTA, Quarta.id- Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat merupakan satu di antara tiga Hakim Konstitusi yang menyatakan berbeda pendapat (dissenting opinion) atas putusan MK yang menolak untuk seluruhnya permohonan sengketa Pilpres 2024 yang diajukan pasangan calon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
BACA JUGA: Tiga Hakim MK Juga Dissenting Opinion pada Putusan MK yang Menolak Permohonan Ganjar- Mahfud
Saat membacakan dissenting opinion-nya, Arief dengan tegas menyebut Presiden Jokowi tidak netral dalam pelaksanaan Pilpres 2024. Dia juga menyatakan MK seharusnya mengabulkan permohonan Pemohon sebagian dan memerintahkan pemungutan suara ulang di provinsi yang terjadi pelanggaran pemilu.
“Semua dalil-dalil dianggap terbukti berlawanan dengan hukum oleh karena itu harusnya dikabulkan. Konklusi Mahkamah Konstitusi semestinya berwenang untuk mengadili kemudian eksespsi termohon dan pihak terkait tidak diterima,” ujarnya di persidangan.
BACA JUGA: Bacakan Dissenting Opinion, Saldi: Seharusnya MK Perintahkan Pemungutan Suara Ulang
“Dalam pokok permohonan, mengabulkan permohonan untuk sebagian. Memerintahkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang di provinsi yang terbukti, Provinsi DKI, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatra Utara,” lanjutnya.
Arief juga memaparkan mengenai ketidaknetralan Presiden Jokowi di Pilpres 2024.
Menurutnya, sejak Pilpres 2004, 2009, 2024, dan 2019 tidak pernah ditemukan pemerintahan yang turut campur dan cawe-cawe dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
BACA JUGA: MK Tolak Gugatan Anies-Muhaimin, Tiga Hakim Dissenting Opinion
Akan tetapi, kata dia, pada Pemilihan Presiden 2024 terjadi hiruk pikuk dan kegaduhan yang disebabkan secara terang-terangan Presiden dan aparaturnya bersifat tidak netral bahkan mendukung pasangan calon tertentu.
“Apa yang dilakukan Presiden seolah-oleah mencoba menyuburkan spirit politik dinasti yang dibungkus oleh virus nepotisme sempit yang berrpotensi mengancam tata nilai demokrasi ke depan,” ujarnya lugas.