JAKARTA, Quarta.id– Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) sudah dua tahun berlaku.
UU ini disahkan Presiden Joko Widodo pada 9 Mei 2022. Lantas, apa evaluasi terhadap UU TPKS setelah hampir dua tahun berlaku?
Ketua Subkom Reformasi Hukum dan Kebijakan Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi menyampaikan apresiasinya atas pengesahan dua peraturan presiden (perpres) sebagai peraturan pelaksana UU TPKS.
Termasuk juga pengesahan peraturan Kementerian/Lembaga untuk pencegahan dan penanganan TPKS.
BACA JUGA: Women’s Day Run 10K, Berlari sambil Gelorakan Semangat Penghapusan Diskriminasi Perempuan
Namun, menurutnya, masih terdapat lima peraturan pelaksana yang belum disahkan pemerintah, yaitu Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Koordinasi dan Pemantauan Tindak Pidana Kekerasan Seksual, RPP Dana Bantuan Korban TPKS, RPP Pencegahan, Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RPP 4PTPKS).
Dua laturan ainnya yakni Rancangan Perpres (RPerpres) Kebijakan Nasional Pemberantasan TPKS, dan RPerpres Pelayanan Terpadu dalam Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan di Pusat.
BACA JUGA: Munas Perempuan 2024 di Bali, Wadah Perjuangkan Aspirasi Kaum Difabel dan Kelompok Marginal
Siti Aminah mengajak semua pihak untuk mengawal pelaksanaan UU TPKS dengan membangun pengetahuan, menyinkronkan berbagai kebijakan dan mendokumentasikan pengalaman perempuan korban dalam mendapatkan hak atas keadilan, penanganan, pelindungan, dan pemulihan.
Pengawalan UU TPKS sangat diperlukan juga karena alasan korban kekerasan seksual masih kerap mengalami hambatan dalam upaya mengakses keadilan dan mendapatkan hak pemulihan.
Komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor menjelaskan, selama hampir dua tahun UU disahkan, pihaknya masih menemukan hambatan yang dialami korban TPKS.
BACA JUGA: Profesi Intel Bukan Monopoli Pria, Perempuan pun Bisa
Sebagai contoh, penanganan kasus TPKS yang tidak diselesaikan dengan menggunakan UU TPKS, seperti di Propinsi Aceh.
Selain itu, ada kasus TPKS yang penyelesaiannya didorong dilakukan di luar pengadilan, pemberian ganti kerugian dari pelaku untuk menghentikan kasus TPKS, dan pelaku yang tidak diberhentikan di tempat kerja.
Ada pula kasus korban dituduh melakukan pencemaran nama baik, permintaan uang transportasi untuk pemeriksaan terlapor, dan perlakuan yang tidak nyaman dalam pemeriksaan korban.
“Komnas Perempuan telah berupaya untuk mendorong pemahamanan dan implementasi UU TPKS dengan berbagai pendekatan,” kata Maria Ulfa dikutip di laman komnasperempuan.go.id, Minggu (5/5/2024).
BACA JUGA: Tekan Angka Perkawinan Anak, Pemprov Sulsel Gandeng USAID Melalui Program ERAT
Pendekatan yang dilakukan antara lain menyusun buku pengantar untuk memahami UU TPKS, berbagi pengetahuan tentang TPKS melalui berbagai kegiatan diseminasi, penelitian dan menyelenggarakan ujicoba pelatihan penghapusan kekerasan seksual bagi aparat penegak hukum, dan pengada layanan.
Pada penegakan hukum, kata dia, Komnas Perempuan memberikan saran kontruktif penggunaan UU TPKS melalui surat rekomendasi maupun menjadi Ahli dalam persidangan.