JAKARTA, Quarta.id- Kasus perundungan atau bullying terhadap anak kian marak. Kondisi ini dinilai membuat Indonesia layak menyandang predikat darurat perlindungan anak.
Data Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menunjukkan, kasus perundungan anak di lingkungan sekolah sepanjang 2023 mencapai 23 kasus. Dua di antara anak yang jadi korban perundungan bahkan meninggal dunia.
BACA JUGA: Alarm Darurat Perundungan Anak!
Kejadian perundungan terakhir yang menarik perhatian masyarakat luas adalah kasus di SMPN di Cilacap, Jawa Tengah. FF (14), korban perundungan mengalami patah tulang rusuk karena dianiaya teman sekolahnya.
Apa solusi pemerintah dalam upaya melindungi anak dari kekerasan termasuk kejahatan perundungan?
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Nahar mengatakan, pihaknya terus berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait terkait dan mendukung semua kebijakan terkait dengan pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak.
BACA JUGA: Hati-hati Bunda, Ini Penyebab Makin Banyak Anak Terkena Diabetes!
“Terutama mempercepat pelaksanaan Permendikbudristek Nomor 46/2023 di tingkat satuan pendidikan dan memperkuat mekanisme pengaduan dan layanan pendampingan korban dan keluarganya,” ujarnya kepada Quarta.id, Kamis (05/10/2023).
Dia menjelaskan, lingkungan sekolah atau satuan pendidikan telah memiliki kebijakan pencegahan dan penanganan kekerasan anak yang ditetapkan melalui Permendikbudristek tersebut.
Melalui Perpres Nomor 101 Tahun 2022 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak, dia menyebut ada 16 kementerian/lembaga yang telah diberikan tanggung jawab oleh negara, termasuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Nahar merinci sejumlah program dan kegiatan yang bertujuan melindungi anak dari kekerasan yang sudah dilakukan pemerintah selama ini.
Dalam konteks sekolah, kata dia Kementerian PPPA dan Kemendikbudristek disebut memiliki program Sekolah Ramah Anak (SRA) yaitu satuan pendidikan formal, nonformal dan informal yang aman, bersih dan sehat, peduli dan berbudaya lingkungan hidup.
“Ini mampu menjamin, memenuhi, menghargai hak-hak anak dan perlindungan anak dari kekerasan, diskriminasi dan perlakuan salah lainnya,” ujarnya.
BACA JUGA: Megawati Sebut Ketergantungan pada Beras Picu Banyak Orang Diabetes, Pakar IPB Beri Penjelasan
Di samping itu ada juga program Roots yang dikembangkan oleh Kemendikbud dan UNICEF. Fokus dari program ini adalah mengatasi perundungan di sekolah dengan melibatkan teman sebaya.
“Beberapa siswa yang memiliki pengaruh terhadap teman-teman di sekolahnya akan dibentuk menjadi agen perubahan yang dapat membawa dampak positif terhadap tindak perundungan,” paparnya.
Dari sisi kepengasuhan, lanjutnya, pemerintah melalui Kemen PPPA dan dinas terkait di daerah mengembangkan Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) yang tersebar sebanyak 257 unit di provinsi dan kabupaten/kota.
BACA JUGA: Menakar Janji Populis Capres, Realistis atau Utopis?
Dari sisi penguatan masyarakat, pemerintah melalui Kemen PPPA diklaim memiliki kader Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat yang tersebar di sekitar 8.000-an desa/kelurahan.
Dari sisi sistem pembangunan, pemerintah juga diakui mempunyai program Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) yang merupakan Kabupaten/Kota yang mempunyai sistem pembangunan berbasis hak anak.
“Selain itu kami juga membuka layanan pengaduan kekerasan melalui telepon sahabat perempuan dan anak 129 yang bisa diakses melalui telepon 139 maupun Whatsapp di nomor 08111129129,” tandasnya.