DAS Citarum Rawan Polusi Limbah Farmasi, Ini Bahayanya untuk Manusia dan Lingkungan

Ahmad Riyadi
Wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. (Foto: citarumharum.jabarprov.go.id)
Wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. (Foto: citarumharum.jabarprov.go.id)

JAKARTA, Quarta.id- Limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang berasal dari sisa pemakaian obat-obatan (pharmaceutical) berpotensi menjadi salah satu sumber polutan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum.

Potensi paparan limbah B3 jenis obat-obatan ini menjadi subjek penelitian yang dipaparkan pada webinar dari Pusat Riset Teknologi dan Sumber Daya Air (PRLSDA).

Dikutip dari laman brin.go.id, seri seminar yang memasuki edisi ke-50 itu mengangkat tema “Quantifying Medicine Usage and Unveiling Disposal Practices: Environmental Concerns and Public Perceptions in the River Basin Households”, pada Rabu (04/07/2024).

BACA JUGA: Limbah Popok Capai 34 Ribu Ton per Hari, Kenali Bahayanya untuk Lingkungan!

Hasil penelitian terkait resiko kontaminasi Active Pharmaceuticals Ingredients (APIs) juga menjadi gambaran volume pemakaian obat-obatan di kalangan masyarakat, terutama pada wilayah sekitar DAS.

Penggunaan antibiotik di DAS Citarum Hulu nyatanya cukup besar, penggunaan Paracetamol menjadi posisi tertinggi dengan jumlah 460 ton pertahun, amoxilin 336 ton pertahun. Sementara untuk obat-obatan herbal yang paling tinggi digunakan adalah jahe, dengan tingkat penggunaan masyarakat di DAS Citarum Hulu sekitar 494 ton per tahun.d

Berikutnya adalah jenis oryza sativa (padi) dengan jumlah 446 ton per tahun. Hasil ini selaras dengan penggunaan obat-obatan herbal di tinggkat Asia seperti Cina dan India yang juga banyak menggunakan jahe dan beras sebagi obat tradisional.

BACA JUGA: Lakukan Penelitian di Kepulauan Selayar, Akademisi Ini Ingatkan Bahaya Mikroplastik

Dari uraian hasil penelitian yang dilakukan, disimpulkan bahwa penggunaan obat-obatan kimia maupun herbal di DAS Citarum cukup tinggi dan ini seharusnya meningkatkan kewaspadaan kita karena ternyata masyarakat juga masih banyak yang membuang sisa obat-obatan tersebut dengan tidak mempertimbangkan efeknya terhadap lingkungan.

Pada seminar itu, Peneliti Ahli Madya di KelRis Ekotoksikologi Perairan Darat – Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN Rosetyati Retno Utami menyampaikan paparan tentang “Quantify APIs usage among household in Citarum Revir Basin”.

BACA JUGA: Indeks Kualitas Air DAS Citarum Ditargetkan 60 Poin pada Tahun 2025, Seperti Ini Kiat Pemprov Jabar

Rosetyati menginformasikan bahwa penggunaan obat dalam skala rumah mengalami peningkatan secara global, terutama setelah pandemi Covid-19.

Namun, menurut Rosetyati, untuk penangannya sendiri masih sangat kurang, sehingga menimbulkan risiko terhadap pencemaran ekosistem akuatik (ekosistam di lingkunga air).

“Jika terjadi kontaminasi di perairan/ ekosistem akuatik, tentu saja akan membahayakan bagi organisme akuatik dan juga kesehatan masnusia,” ucapnya.

BACA JUGA: Moms Perlu Waspada, Ada Bahaya di balik Takjil atau Makanan yang Dibungkus Plastik

Dikutip dari laman waste4change.com, beberapa bahaya limbah farmasi ketika mencemari sungai adalah kontainasi bahan kimia yang terkandung dalam sisa obat dapat larut dalam air dan membuat kualitas air menurun, bahkan menjadi tak layak minum. Jika larutan sisa obat ini terbawa arus dan berakhir di laut, juga bisa membahayakan ekosistem di laut.

Selain itu, terdapat pula resiko terganggunya ekosistem dalam sungai serta keracunan tidak disengaja ketika limbah sisa obat mencemari air dan bahan pangan.

Ikuti Kami :
Posted in

BERITA LAINNYA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *