Petani Millenial Dinilai Bisa Jadi Solusi Atasi Krisis Pangan

Al-Qadri Ramadhan
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati saat acara Sekolah Lapang Iklim (SLI), di Bantul, Yogyakarta, Jumat (28/6/2024). (Foto: bmkg.go.id)
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati saat acara Sekolah Lapang Iklim (SLI), di Bantul, Yogyakarta, Jumat (28/6/2024). (Foto: bmkg.go.id)

JAKARTA, Quarta.id- Keberadaan petani millenial dinilai menjadi salah satu solusi mengatasi krisis pangan yang saat ini menjadi ancaman dunia, termasuk Indonesia.

Petani dari kalangan muda dianggap memiliki kemampuan adaptasi yang baik terhadap perubahan iklim yang memberi pengaruh besar pada beberapa aspek kehidupan manusia, termasuk sektor pertanian.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut, di tengah ancaman krisis pangan yang melanda dunia akibat perubahan iklim, peran petani milenial dan pemanfaatan teknologi menjadi kunci penting bagi Indonesia dalam menjaga ketahanan pangan nasional.

BACA JUGA: Hadapi Climate Change, Petani Didorong Miliki Literasi Iklim

Petani millenial menurut Dwwikorita bisa didorong untuk sadar iklim guna meningkatkan produktivitas dan efisiensi biaya produksi pertanian.

“Saat ini semua negara menghadapi persoalan yang sama yakni soal ketahanan pangan akibat perubahan iklim. Salah satu langkah mitigasi dan antisipasi yang dilakukan BMKG adalah terus membangun kesadaran iklim di kalangan petani, utamanya petani milenial,” ungkap Dwikorita di sela-sela acara Sekolah Lapang Iklim (SLI), di Bantul, Yogyakarta, Jumat (28/6/2024) dikutip dari bmkg.go.id.

Dwikorita mengatakan, petani milenial Indonesia memiliki potensi besar untuk membantu pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Mereka, kata dia, yang akan mengusung generasi emas di 2045.

BACA JUGA: Perubahan Iklim Bisa Membuat Kopi Tak Lagi Senikmat Dulu

Sementara di waktu yang berdekatan, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) memprediksi jika tidak ada langkah mitigasi serius, maka dunia akan mengalami krisis pangan pada tahun 2050 mendatang.

Menurutnya, sektor pertanian sangat berhubungan erat dengan keadaan cuaca dan iklim dan dampak buruk kejadian ekstrem cuaca/iklim dapat mengakibatkan penurunan produksi secara kuantitas maupun kualitasnya.

BACA JUGA: Dianggap Rawan Karhutla, 5 Provinsi Ini Jadi Sasaran Operasi Modifikasi Cuaca

Berkembangnya hama penyakit disebabkan tidak berjalannya pola tanam yang baik, yang kemudian dapat mengancam ketahanan pangan nasional. Kejadian iklim ekstrem berupa banjir dan kekeringan menyebabkan tanaman yang mengalami gagal panen atau puso semakin luas.

“Petani millenial ini harus mendapat pemahaman yang cukup tentang cuaca dan iklim, agar mereka bisa menyusun perencanaan strategi dan langkah-langkah apa yang harus disiapkan dilakukan bila sewaktu-waktu terjadi kekeringan atau kondisi ekstrim seperti banjir dan lain sebagainya yang bisa berakibat gagal panen,” imbuhnya.

Ikuti Kami :
Posted in

BERITA LAINNYA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *