KULON PROGO, Quarta.id- Sektor pertanian sangat erat kaitannya dengan cuaca dan iklim. Kejadian ekstrim cuaca dan iklim dapat mengakibatkan penurunan produksi pertanian, baik kuantitas maupun kualitasnya. Hal ini dinilai berpeluang mengancam ketahanan pangan nasional.
Demikian dikemukakan oleh Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati saat membuka Sekolah Lapang Iklim (SLI) Tematik di Balai Desa Tuksono, Kapanewon Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, Sabtu, (2/3/2024).
BACA JUGA : BMKG Minta Masyarakat Waspadai Cuaca Ekstrem dan Bencana Hidrometeorologi, Ini Penjelasannya!
Melalui siaran pers yang dipublikasi pada laman bmkg.go.id, BMKG mendorong petani Indonesia memiliki literasi iklim yang baik sehingga mampu beradaptasi dalam kondisi perubahan iklim saat ini.
“SLI Tematik ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman para petani tentang informasi iklim dan cara adaptasi terhadap perubahan iklim,” ujar Dwikorita Karnawati.
Dengan pemahaman yang baik terkait perubahan iklim, petani diyakini dapat menerapkan pola tanam yang tepat dan meningkatkan produksi pertanian di wilayahnya.
BACA JUGA: Perubahan Iklim Bisa Membuat Kopi Tak Lagi Senikmat Dulu
“Saya berharap Sekolah Lapang Iklim Tematik di Prov. D.I Yogyakarta khususnya di Kapanewon Sentolo, Kabupaten Kulon Progo ini tidak hanya dapat meningkatkan pemahaman kita mengenai iklim, tetapi juga dapat mengimplementasikan secara berkelanjutan di lapangan.” lanjut Dwikorita.
SLI Tematik di Kulon Progo ini merupakan salah satu program yang diselenggarakan oleh BMKG bekerja sama dengan Kementerian Pertanian.
Kegiatan ini juga bertujuan meningkatkan ketahanan pangan nasional melalui adaptasi perubahan iklim.
BACA JUGA: Presiden Baru dan “Bom Waktu” Bernama TPA
Seain itu, petani dan penyuluh diharapkan mampu mengambil keputusan dalam mengelola pertanian serta memperkuat kerjasama antara stakeholder pertanian dari hulu ke hilir antara BMKG sebagai penyedia informasi, Penyuluh sebagai mediator, dan Petani sebagai pelaku.
Acara ini dihadiri oleh 55 orang peserta, termasuk Petugas Penyuluh Lapangan (PPL), Petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT), dan para petani dari Gapoktan Makmur Sejahtera.