Tiket Pesawat Kian Mahal, Maskapai Malah Mengaku Rugi, Apa Sebabnya?

Al-Qadri Ramadhan
Pesawat udara Citilink terparkir di Bandara Halim Perdanakusumah Jakarta, Selasa (9/4/2024). (Foto: Quarta.id/Eros Amil Maj)
Pesawat udara Citilink terparkir di Bandara Halim Perdanakusumah Jakarta, Selasa (9/4/2024). (Foto: Quarta.id/Eros Amil Maj)

JAKARTA, Quarta.id– Harga tiket pesawat dalam negeri semakin melambung. Pemerintah berencana menurunkan biaya-biaya dalam industri penerbangan nasional agar harga tiket bisa lebih terjangkau.

Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) menyambut baik upaya pemerintah tersebut.

Dengan penurunan biaya diharapkan maskapai mendapat margin keuntungan dari operasionalnya sehingga maskapai dapat menyelenggarakan operasional penerbangan dengan baik.

BACA JUGA: Maskapai Indonesia AirAsia Hadirkan Program Bagi-bagi Kursi Gratis Keliling Destinasi Internasional Favorit

Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja mengatakan, saat ini biaya-biaya penerbangan sangat tinggi, melebihi tarif tiket yang telah ditetapkan oleh pemerintah sejak 2019.

“Akibatnya maskapai rugi dan mengoperasikan penerbangan untuk sekedar dapat hidup dan tidak dapat mengembangkan usahanya,” ujarnya dikutip di laman inaca.or.id, Kamis (18/7/2024).

Menurut Denon, biaya-biaya tinggi yang berasal dari operasional maupun non operasional penerbangan harus dikurangi atau dihilangkan.

BACA JUGA: Dalam 10 Tahun Indonesia Bangun 27 Bandara Baru, di Mana Saja?

Biaya tinggi dari operasional penerbangan misalnya adalah harga avtur yang lebih tinggi dibanding negara tetangga.

Selain itu, antrean pesawat di darat untuk terbang dan di udara untuk mendarat yang berpotensi boros bahan bakar, biaya kebandarudaraan dan layanan navigasi penerbangan dan lain-lain.

Sedangkan biaya tinggi dari non operasional penerbangan misalnya adalah adanya berbagai pajak dan bea masuk yang diterapkan secara berganda.

“Saat ini pajak dikenakan mulai dari pajak untuk avtur, pajak dan bea untuk pesawat dan sparepart seperti bea masuk, PPh impor, PPN dan PPN BM spareparts, sampai dengan PPN untuk tiket pesawat. Dengan demikian terjadi pajak ganda. Padahal di negara lain pajak dan bea tersebut tidak ada,” lanjut Denon.

BACA JUGA: Bandara Hamad Qatar Terbaik Dunia Kalahkan Changi Singapura, Soekarno-Hatta Naik ke Peringkat 28

Denon juga mengatakan bahwa sebagian besar biaya penerbangan terpengaruh langsung maupun tidak langsung dari kurs dollar AS. Dengan demikian semakin kuat nilai dollar AS terhadap rupiah, maka biaya penerbangan akan ikut naik.

“Hal ini juga harus diantisipasi dan dicarikan jalan keluarnya bersama,” ujar Denon lagi.

Selain itu, adanya biaya layanan kebandarudaraan bagi penumpang (Passenger Service Charge/ PSC) yang dimasukkan dalam komponen harga tiket juga membuat harga tiket pesawat terlihat lebih tinggi.

“Penumpang tidak mengetahui bahwa PSC itu bukan untuk maskapai tetapi untuk pengelola bandara. Namun karena berada dalam satu komponen, maka penumpang menganggap itu adalah bagian tiket pesawat dari maskapai,” tandasnya.

Ikuti Kami :
Posted in

BERITA LAINNYA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *