Hari Dokter Nasional 24 Oktober, Ini Tantangan Dunia Kedokteran di Era AI

Siti Lestari
Ilustrasi penggunaan teknologi Artifcial Intelligence (AI) oleh medis. (Foto: qdbgroup.com)
Ilustrasi penggunaan teknologi Artifcial Intelligence (AI) oleh medis. (Foto: qdbgroup.com)

JAKARTA, Quarta.id– Setiap 24 Oktober diperingati Hari Dokter Nasional yang bertepatan dengan kelahiran organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Genap 74 tahun keberadaan profesi kedokteran di Tanah Air, apa tantangan dunia kedokteran saat ini? Bagaimana profesi dokter merespons kemajuan teknologi modern, terutama Artificial Intelligence (AI)?

BACA JUGA: Jangan Anggap Enteng Cedera, Ini Pentingnya Mendatangi Spesialis Kedokteran Olahraga

Perkembangan dunia medis dalam beberapa tahun terakhir ini diakui juga sangat memengaruhi dunia profesi kedokteran.

Perkembangan teknologi AI diharapkan dapat mempermudah para dokter dalam memberikan pelayanan yang lebih akurat. Namun di sisi lain, persoalan keamanan data dan juga persoalan etik juga tak bisa dikesampingkan sebagai akibat dari perkembangan ini.

BACA JUGA: Waspada jika Mengalaminya, Ini Gejala Depresi Menurut Dokter Kesehatan Jiwa

“Perkembangan teknologi memberikan solusi dari berbagai masalah kesehatan, namun di saat yang sama, perkembangan teknologi menyebabkan perubahan dinamika sosial dan kultural, membuat masalah kesehatan semakin kompleks,” demikian artikel berjudul “Refleksi 74 Tahun Ikatan Dokter Indonesia” dilansir laman idionline,org, Kamis (24/10/2024). 

Tantangan tersebut diakui muncul dari aspek medis, seperti resistensi berbagai antimikroba yang semakin mengkhawatirkan, maupun aspek non-medis seperti permintaan pengguna layanan kesehatan yang semakin beralih ke pelayanan kesehatan berbasis digital.

BACA JUGA: Benarkah Profesi Dokter Muda Rawan Depresi? Ini Penjelasan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa

“Hal ini menjadi salah satu tantangan besar bagi pemerintah, penyedia layanan kesehatan, maupun organisasi profesi kesehatan, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI),” demikian penjelasan IDI.

Selain itu, disebutkan perkembangan teknologi, selain bertanggung jawab terhadap terciptanya “era disruptif” yang sangat sulit diprediksi, juga menyebabkan pergeseran generasi baik dari aspek psikologis sampai gaya hidup.

BACA JUGA: Disertasi Dosen UGM: Pulse Oksimeter Bisa Selamatkan Bayi dari Bahaya Penyakit Jantung Bawaan Kritis

Generasi yang mengisyaratkan layanan kesehatan harus dapat sama dengan layanan pesan melalui aplikasi online: mudah diakses kapan pun, di mana pun, memuaskan, meskipun dengan harga yang sedikit lebih mahal.

Masalah lain yang muncul adalah risiko pandemik yang semakin besar dengan meningkatnya urbanisasi, pencemaran lingkungan, dan mobilisasi manusia.  

BACA JUGA: Warga Jakarta Banyak Menderita ISPA akibat Polusi, Ini Saran Dokter Spesialis Paru

Pandemi COVID-19 memporak-porandakan sistem kesehatan (hampir) semua negara di dunia, menunjukkan bahwa masih banyak yang perlu dibenahi.

“Setidaknya, kombinasi dari era disruptif, millennialism, dan pandemik adalah aspek penting yang memerlukan perhatian khusus dalam jangka waktu dekat,” ,” demikian bunyi artikel tersebut.

Ikuti Kami :
Posted in

BERITA LAINNYA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *