JAKARTA, Quarta.id– Penggunaan internet memengaruhi interaksi di antara remaja, salah satunya perilaku dalam berpacaran melalui media sosial.
Kondisi ini kemudian memunculkan sebuah kerentanan baru berupa Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO).
Remaja rentan mengalami kekerasan seksual terutama saat menggunakan aplikasi kencan yang sedang populer. Di Indonesia, penelitian mengungkap 13,9% remaja mengunduh aplikasi kencan untuk mencari sex partner.
BACA JUGA: Teknologi AI Melaju Pesat, Kepala PPATK Ingatkan Ancaman Kejahatan di Industri Perbankan
Kepala Pusat Riset Kependudukan (PRK) BRIN, Nawawi mengatakan, dari berbagai bentuk KBGO, Non-Consensual Intimate Image Abuse (NCII) menjadi sebuah fenomena global yang kini kerap muncul dalam proses interaksi yang dilakukan di dunia digital.
“NCII sendiri mengacu pada distribusi foto atau video intim seseorang tanpa sepengetahuan atau konsern mereka. Hal ini memberikan konsekuensi meningkatnya kekerasan seksual terhadap perempuan,” ungkapnya saat menjadi pembicara kunci pada kegiatan webinar Reproductive Issues & Sexual Education (RISE), Kamis (25/7/2024) dilansir brin.go.id.
BACA JUGA: Edukasi Seks Jangan Dianggap Tabu, Ini Manfaat Pentingnya buat Remaja
Peneliti PRK BRIN, Anastasia Septya Titisari menjelaskan, data kependudukan berdasarkan sensus penduduk 2020 yang menyatakan Generasi Z (Gen Z) atau anak kelahiran 1997 hingga 2012 telah mencapai 71,5 juta jiwa atau sekitar 26,5% dari total populasi Indonesia.
Sejak kecil, Gen Z disebutnya sangat akrab dan fasih dengan teknologi dan sosial media, bahkan sangat tergantung pada internet.
“Internet telah memengaruhi perbedaan gaya hidup, salah satunya motivasi penggunaan aplikasi kencan pada remaja dimana terdapat 13,9% remaja menggunakannya untuk mencari sex partner,” urainya.
BACA JUGA: Waspada Child Grooming, Orang Tua Harus Makin Ketat Mengawasi Aktivitas Anak di Internet
Ada lagi sebuah scooping review yang dilakukan pada 2023 yang menemukan bahwa secara umum pengguna dari aplikasi kencan memiliki prevalensi yang cukup tinggi untuk mengalami kekerasan seksual.
Dia juga mengungkap studi yang sama bahwa perempuan merupakan kelompok yang riskan untuk mengalami kekerasan seksual dalam penggunaan aplikasi kencan.
Dia lantas memberikan contoh kasus dari NCII yang terjadi di Australia. Di Negeri Kanguru itu terdapat peningkatan kejadian NCII hingga enam kali lipat di antara pengguna aplikasi kencan selama lockdown pandemi Covid-19.
BACA JUGA: 3 dari 10 Remaja Indonesia Alami Anemia, Kenali Bahaya dan Pencegahannya!
“Sebuah kanal media Australia juga memaparkan bahwa aplikasi kencan dapat menjadi senjata baru bagi para pelaku kekerasan seksual karena sifatnya yang anonim. Selain itu penghapusan akun tidak menjamin pelaku untuk berhenti melakukan aksinya,” imbuhnya.
Sementara itu, Koordinator Awas KBGO Southeast Asia Freedom of Expression Net (SAFEnet), Wida Arioka membeberkan data-data kasus aduan KBGO yang mereka terima sepanjang Januari – Maret 2024.
“Selama 3 bulan tersebut sudah terdapat sebanyak 480 aduan. Jika dilihat dengan data di bulan yang sama di tahun lalu, ini mengalami peningkatan. Perempuan merupakan yang paling terdampak sebanyak 62,1%, tetapi laku-laki juga mengalami peningkatan menjadi 36,9%,” paparnya.
Jika dilihat berdasarkan usia, kelompok yang sangat rentan adalah usia 18-25 tahun yakni sebesar 57%. Berikutnya usia di bawah 18 tahun sebesar 26%.
“Jika dilihat dari jenis kasusnya, ancaman penyebaran konten menjadi kasus terbanyak dengan jumlah 253 kasus, kemudian diikuti oleh sextortion 90 kasus, dan NCII 73 kasus,” jelasnya lagi.
Agar lebih aman dalam menggunakan internet, ia menyarankan agar dilakukan inventarisasi atas seluruh aset digital yang dimiliki dan memberikan pengaturan keamanan dan privasi, seperti verifikasi dua langkah dan mengubah kata sandi secara berkala.