Disertasi Dosen UGM: Pulse Oksimeter Bisa Selamatkan Bayi dari Bahaya Penyakit Jantung Bawaan Kritis

Siti Lestari
Ilustrasi bayi baru lahir. (Foto: X/@kp_pa)
Ilustrasi bayi baru lahir. (Foto: X/@kp_pa)

YOGYAKARTA, Quarta.id– Setiap orang tua perlu menyadari pentingnya menyediakan pulse oksimeter saat memiliki bayi yang baru lahir.

Hal ini untuk mengantisipasi bayi baru lahir mengalami kejadian fatal berupa kematian akibat penyakit jantung bawaan (PJB) kritis yang dideritanya.

BACA JUGA: 5 hingga 10 % Anak Indonesia Alami Speech Delay, Screen Time Jadi Salah Satu Pemicu

Apa itu PJB kritis dan seberapa berbahayanya bagi bayi?

Dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Indah Kartika Murni menjelaskan, PJB kritis merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi pada bayi yang baru lahir. 

Penyakit ini seringkali terlambat untuk didiagnosis, sehingga perlu dideteksi lebih dini dengan menggunakan alat skrining yang sederhana yang dinamakan pulse oksimeter.

BACA JUGA: Ratusan Anak Jalani Cuci Darah Diduga Dipicu Makanan Berpemanis, BPKN Bentuk Tim Pencari Fakta 

Hal itu dikemukakannya  dalam pidato pengukuhan dirinya yang ditetapkan sebagai Guru Besar di bidang Ilmu Kesehatan Anak, Selasa (13/8/2024) di ruang Balai Senat, Gedung Pusat UGM.

Dalam pidato pengukuhannya yang berjudul “Implementasi Skrining Penyakit Jantung Bawaan Kritis Menggunakan Pulse Oksimeter Pada Bayi Baru Lahir: Menerapkan Bukti Lokal Menjadi Kebijakan Nasional”, Prof Indah menerangkan kawasan Asia menyumbang kejadian PJB terbanyak di seluruh dunia. 

BACA JUGA: Bangkitkan Minat Baca Anak, Badan Bahasa Gelar Sayembara Penulisan Komik 2024

Padahal, kata dia, pada fasilitas kesehatan tingkat pertama dapat menggunakan pulse oksimeter untuk bayi baru lahir dan memeriksa saturasi oksigen yang hemat biaya, tidak melukai bayi dan mudah dilakukan untuk mendeteksi PJB kritis. 

“Skrining dengan alat ini sudah rutin dilakukan di berbagai negara. Setelah enam tahun, ditemukan penurunan 33% dari kematian PJB kritis,” katanya dikutip di laman ugm.ac.id, Selasa (13/8/2024).

BACA JUGA: PBB: 4,9 Juta Anak di Dunia Meninggal Sebelum Ulang Tahun Kelima

Ia menambahkan pada tindak lanjut skrining PJB kritis terdapat juga alat ekokardiografi yang digunakan untuk menegakkan diagnosis PJB. Namun, tak banyak dokter subspesialis jantung di Indonesia yang dapat melakukan diagnosis PJB dengan alat ini. 

“Karenanya perlunya peningkatan kemampuan untuk melakukan ekokardiografi untuk membantu dalam pemeriksaan diagnosis penyakit jantung bawaan pada anak,” lanjutnya.

BACA JUGA: Rawan Picu Pergaulan Bebas, Aturan Penyediaan Alat Kontrasepsi bagi Siswa Harus Ditinjau Ulang

Prof Indah menerangkan, PJB kritis adalah permasalahan kesehatan yang besar pada bayi baru lahir di Indonesia. Akan menimbulkan kematian apabila tidak dideteksi secara cepat. 

“Keterlambatan diagnosis memerlukan skrining pulse oksimeter untuk deteksi dini PJB kritis. Dengan penerapan yang saat ini telah dilakukan di seluruh layanan kesehatan di Indonesia, diharapkan dapat menurunkan angka kematian bayi akibat PJB kritis,” ungkapnya.

Ikuti Kami :
Posted in

BERITA LAINNYA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *