Pakar UGM: Kunjungan Prabowo ke China dan Rusia Tunjukkan Pergeseran Orientasi Politik Luar Negeri RI

Al-Qadri Ramadhan
Menteri Pertahanan Republik Indonesia (Menhan RI) Prabowo Subianto bertemu Presiden Federasi Rusia Vladimir Putin, di Istana Kremlin, Moskow, Rusia, Rabu (31/7/2024). (Foto: kemhan.go.id)
Menteri Pertahanan Republik Indonesia (Menhan RI) Prabowo Subianto bertemu Presiden Federasi Rusia Vladimir Putin, di Istana Kremlin, Moskow, Rusia, Rabu (31/7/2024). (Foto: kemhan.go.id)

JAKARTA, Quarta.id- Menteri Pertahanan RI sekaligus Presiden Terpilih, Prabowo Subianto belum lama ini berkunjung ke Rusia dan bertemu denga Presiden Vladimir Putin.

Sebelumnya, Prabowo juga mengunjungi sejumlah negara di Asia dan Eropa seperti China, Jepang, Prancis, Serbia, Turki. 

BACA JUGA: Bertemu Presiden Xi Jinping, Menhan Prabowo Bahas Penguatan Kemitraan Strategis dengan China

Pengamat Kebijakan Hubungan Internasional dari Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Dafri Agus Salim memaknai kunjungan tersebut sebagai sinyal akan adanya kemungkinan pergeseran orientasi politik luar negeri Indonesia. 

Dia berpandangan kunjungan tersebut  memberi tanda bahwa orientasi politik Indonesia kemungkinan akan sedikit bergeser.

“Dari yang tadinya agak Barat, ini mungkin kita agak ke Tumur.  Dalam konteks ini maksudnya ke negara-negara yang tidak selalu akrab dengan negara-negara Barat, terutama Amerika,” ujarnya melalui keterangan yang dikutip di laman ugm.ac.id, Kamis (8/8/2024).

BACA JUGA: Kontroversi Gelar Jenderal Kehormatan Prabowo: Dari Tabrak Aturan UU hingga Motif Politik Utang Budi

Kunjungan tersebut juga mengindikasikan bahwa Prabowo ingin Indonesia tampil di dunia internasional sebagai negara yang mampu menghimpun kekuatan Timur.

Selain itu, kunjungan Prabowo tersebut sepertinya dinilai juga bertujuan untuk menemukan ruang baru bagi kerja sama ekonomi perdagangan Indonesia, di luar negara-negara Barat.

BACA JUGA: Temui Presiden Xi Jinping, Menhan Prabowo Disambut Hangat Pejabat Tinggi China

Strategi Indonesia untuk mendekati China, Rusia, Turki disebut dalam rangka meningkatkan posisi tawar terhadap negara-negara Barat yang selama ini dianggap menekan dan mengabaikan kepentingan Indonesia.

Dengan memperkuat posisi tawar, kata Dafri, memungkinkan Indonesia mempunyai akses yang lebih besar untuk merealisasikan kepentingannya.

BACA JUGA: Teknologi AI Melaju Pesat, Kepala PPATK Ingatkan Ancaman Kejahatan di Industri Perbankan

Di sisi lain, Indonesia nantinya bisa mengharapkan bantuan dari negara-negara lain. 

“Menurut saya, ada dua tujuannya, untuk meningkatkan posisi tawar untuk mendapatkan akses lebih besar di bidang keamanan, misalnya pembelian senjata, dukungan politik, dan seterusnya. Bagian dari strategi Prabowo nanti untuk membuka pasar yang lebih luas dengan kerja sama ekonomi di luar negara-negara mainstream Barat,” terang Dafri.

BACA JUGA: Yahya Sinwar Pemimpin Baru Hamas, Sosok Paling Dicari Israel

Dengan pergeseran orientasi politik luar negeri yang terjadi ini menunjukkan bahwa Indonesia belum dapat menjalankan politik bebas aktif yang murni sesuai dengan konsep yang ada. 

Di era Soekarno Indonesia sangat dekat dengan Timur, tapi di era Soeharto dekat dengan Barat. 

Langkah Prabowo bahkan disebutnya sebagai pragmatisme ketimbang politik bebas aktif.

“Kita tidak peduli lagi, mau Barat, mau Timur, kalau dia menguntungkan ya, jadi teman kita. Jadi bukan bebas aktif seperti yang dikonsepkan. Saya melihat ke depannya juga oleh Prabowo tidak akan murni,” tandasnya.

Ikuti Kami :
Posted in

BERITA LAINNYA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *