JAKARTA, Quarta.id– Penyakit monkeypox (mpox) atau cacar monyet semakin memicu kekhawatiran setelah menjangkiti anak-anak di sejumlah negara.
Pakar kesehatan yang juga mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Tjandra Yoga Aditama menyatakan, UNICEF menyampaikan bahwa lebih dari setengah kasus mpox dan hampir 80% kematian mpox di Republik Demokratik Kongo di Afrika terjadi pada anak.
BACA JUGA: Hati-hati Bunda, Ini Penyebab Makin Banyak Anak Terkena Diabetes!
Hal yang sama juga terjadi di Burundi, yakni hampir 60% kasus mpox adalah anak dan remaja di bawah 20 tahun, di mana 21% kasus berusia di bawah 5 tahun.
Pada Rapat Terbatas Kabinet 27 Agustus 2024, kata Tjandra, antara lain disebut tentang mpox pada anak di Afrika ini.
Mpox adalah penyakit infeksi akibat virus yang ditandai dengan bintil bernanah di kulit. Penyakit ini umumnya terjadi akibat kontak dengan primata, seperti monyet, dan hewan pengerat, seperti tikus, tupai, atau hamster yang terinfeksi. Mpox juga bisa menular dari orang ke orang.
BACA JUGA: Ratusan Anak Jalani Cuci Darah Diduga Dipicu Makanan Berpemanis, BPKN Bentuk Tim Pencari Fakta
Mpox ditandai dengan gejala berupa pembengkakan kelenjar getah bening, yang biasanya terjadi di rahang bawah, leher, dan selangkangan. Mpox juga disertai gejala yang mirip dengan cacar air, terutama ruam atau bintil berair di dada, wajah, hingga bagian dalam mulut dan hidung.
Menurut Tjandra, sedikitnya ada sembilan alasan kenapa kasus mpox kini cukup banyak pada anak.
Pertama, karena clade 1b mpox sekarang ini ternyata menular pada berbagai kelompok umur, termasuk anak-anak.
“Kedua, kenyataan bahwa di beberapa negara Afrika memang sedang dilanda konflik dan juga munculnya pengungsi dengan berbagai masalahnya,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Sabtu (31/8/2024).
BACA JUGA: Waspada, Kasus Dengue Indonesia Naik Tiga Kali Lipat, WHO Catat 621 Kematian di Awal 2024
Alasan ketiga, yakni terjadinya kurang gizi pada sebagian anak di negara tersebut.
“Alasan keempat adalah terjadinya berbagai penyakit lain yang juga melanda, yang tentu berpengaruh terhadap kemungkinan tertular mpox. Beberapa penyakit yang dihadapi di Afrika sekarang ini antara lain adalah kolera, polio, wabah campak di Burundi, dan lain-lain,” paparnya.
Direktur Pascasarjana Universitas YARSI ini mengungkap alasan kelima mengapa mpox menjangkiti anak-anak, yakni faktor rendahnya angka cakupan imunisasi di beberapa negara Afrika, terutama di Kongon dan Burundi.
BACA JUGA: Fakta atau Hoax? Imunisasi Dapat Merusak Sel dan DNA
Adapun alasan keenam, yakni keterbatasan fasilitas pelayanan kesehatan termasuk diagnosis dan pengobatannya.
Alasan ketujuh, yakni relatif rendahnya kesadaran kesehatan masyarakat karena menghadapi berbagai masalah sosial lainnya dalam kehidupan sehari-hari.
Kedelapan, anak-anak biasanya main ramai-ramai bersama yang memudahkan kontak langsung satu dengan lainnya.
BACA JUGA: Rawan Picu Pergaulan Bebas, Aturan Penyediaan Alat Kontrasepsi bagi Siswa Harus Ditinjau Ulang
Alasan terakhir, lanjutnya, yakni kenyataan beberapa anak-anak tidur dan tempat tidur yang sama berdesakan di rumah yang relatif sempit disana, yang juga lebih memungkinkan kontak penularan terjadi.
Negara Afrika seperti Kongo diakui mulai mengkaji kemungkinan vaksinasi pada anak-anak dengan risiko tinggi di negaranya, bersama kegiatan pengendalian lainnya.
“Tentu kita berharap agar mpox dapat dikendalikan di dunia, baik pada dewasa maupun anak-anak. Semoga rakyat dan bangsa kita -termasuk anak-anak- dapat terlindungi dari bahaya penyakit ini, dan untuk ini maka upaya yang terbaik perlu dilakukan,” tandasnya.