Airlangga Mundur sebagai Ketum Golkar karena Intervensi Eksternal? Ini Analisis Pengamat

Al-Qadri Ramadhan
Politikus Partai Golkar Airlangga Hartarto saat mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Ketua Umum Partai Golkar melalui video. (Foto: Screenshot)
Politikus Partai Golkar Airlangga Hartarto saat mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Ketua Umum Partai Golkar melalui video. (Foto: Screenshot)

JAKARTA, Quarta.id– Pengamat politik Wim Tohari Daniealdi menyebut pengunduran diri Airlangga Hartarto dari jabatan ketua umum Partai Golkar menyisakan tanda tanya besar karena tidak memiliki alasan objektif.

Airlangga sejauh ini dianggap berhasil menjabat ketua umum Golkar. Indikatornya antara lain Golkar di Pemilu Legislatif 2024 berhasil meraih 102 kursi dan hanya kalah dari PDIP. Golkar juga sukses mengantar calon presiden Prabowo Subianto terpilih di pemilihan presiden (pilpres).

BACA JUGA: Airlangga Hartarto Mendadak Mundur dari Jabatan Ketum Partai Golkar, Ini Alasannya

Dari sisi kepemimpinan di Kementerian Koordinator Perekonomian, Airlangga juga dinilai sukses menjaga stabilitas perekonomian Indonesia di tengah dinamika global.

“Di internal Koalisi Indonesia Maju (koalisi partai pengusung Prabowo) Airlangga juga cukup leading, Golkar memberi warna di situ.  Jadi, intinya selama ini Airlangga berprestasi sehingga tidak ada penjelasan yang reasonable kenapa dia harus mundur sekarang,” ujar dosen ilmu politik Unikom Bandung ini kepada Quarta.id, Minggu (11/8/2024).

BACA JUGA: Klaim Tak Bicarakan Pemilu saat Rapat Bansos, Airlangga: Kami Fokus pada Pekerjaan

Alasan di balik pengunduran diri Airlangga tersebut akhirnya melahirkan asumsi-asumsi.  Apalagi, kata dia, pada Agustus 2023, Airlangga juag pernah diperiksa sebagai saksi oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah.

Wim lantas mengansumsikan bahwa Airlangga mundur karena dua hal, yakni mendapatkan tawaran yang lebih menggiurkan, atau sebaliknya, dia mendapatkan ancaman.

“Jadi ini stick and carrot, kalau bukan karena diimingi sesuatu, artinya dia mendapatkan ancaman,” ujarnya.

BACA JUGA: Ini Penyebab Elektabilitas Anies Paling Tinggi di Pilgub Jakarta versi Indikator

Wim lantas menyinggung asumsi lain yakni kemungkinan dorongan pihak eksternal di balik kemunduran Airlangga. Ini dikaitkan dengan posisi Presiden Joko Widodo yang beberapa waktu lalu pernah diisukan akan mengambil alih kepemimpinan Partai Golkar.

Sebagai informasi, pada Jumat (9/8/2024), Airlangga bertemu empat mata dengan Presiden Jokowi lebih sejam di Istana.  Airlangga menadatangani pengunduran diri sebagai ketua umum Golkar berselang sehari setelah pertemuan tersebut.

“Asumsi lain jangan-jangan ini dorongan eksternal. Gibran (putra Presiden Jokowi) yang nanti menjabat wakil presiden kan harus punya posisi tawar juga di pemerintahan. Kalau misalnya dia memimpin Golkar, kan menjadi sesuatu yang diperhitungkan,” paparnya.

BACA JUGA: Top of Mind Calon Gubernur DKI Jakarta: Anies 39,7%, Ahok 23,8%, Ridwan Kamil 13,1%

Namun, jika memang ada keinginan Jokowi atau Gibran untuk menjadi ketua umum Golkar di musyawarah nasional luar biasa (munaslub) Desember nanti, Wim menyebut ada kendala karena AD/ART partai tersebut memiliki syarat keanggotaan untuk bisa memimpin partai.

“Kecuali saat munaslub nanti aturan itu diubah, kita lihat nanti,” tandasnya.

Ikuti Kami :
Posted in

BERITA LAINNYA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *